19.6.09

Thalassemia

I. PENDAHULUAN

I.1. DEFINISI MASALAH

Skenario I

“Anak Saya kok Lemas Terus ya, Dok..?”

Seorang anak laki-laki 2 tahun datang dengan keluhan lemas. Dari heteroanamnesis didapat keadaan anak yang terlihat lemas, pucat dan mudah capek kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu disertai dengan panas dan batuk pilek yang sering terjadi. Sudah dua kali diperiksakan ke puskesmas, mendapat obat tambah darah tetapi tidak membaik. Dalam keluarganya, salah satu sepupunya juga menderita penyakit yang sama dan sering mendapatkan transfusi darah. Hasil anamnesis menunjukkan anemis, tonsil membesar dan kemerahan, faring kemerahan dan terabanya spleno-hepatomegali. Kondisi sosial-ekonomi keluarga pasien rendah.

I.2. LATAR BELAKANG MASALAH

Darah merupakan komponen makhluk hidup, mulai dari binatang. Darah memegang peranan penting dalam vaskularisasi dan oksidasi setiap organ yang terdapat dalam tubuh kita. Adanya gangguan pada darah akan menimbulkan suatu penyakit darah. Kelainan-kelainan pada darah sendiri terjadi secara genetik maupun didapat, namun sebagian besar kelainan darah terjadi akibat faktor genetik. Untuk mengetahui suatu kelainan darah memerlukan pemahaman dan pengertian yang mendalam terlebih dahulu mengenai darah, sehingga dapat mengetahui apabila ada suatu kelainan di dalam darah. Oleh karena itu, sangat penting untuk membahas mengenai darah secara normal baik keseluruhan maupun setiap komponen darah masing-masing.

I.3. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah yang dimaksud dengan hemoglobinopati, thalassemia dan anemia hemolitik ?

2. Apakah perbedaan hemoglobinopati, thalassemia dan anemia hemolitik dilihat dari

patofisiologis, etiologi manifestasi klinis dan patogenesisnya ?

3. Apakah hemoglobinopati, thalassemia dan anemia hemolitik merupakan penyakit

herediter ?

4. Bagaimanakah penatalaksanaan yang paling sesuai dengan keadan pasien?

I.4. TUJUAN

I.3.1. Umum

1. Mahasiswa mampu menjelaskan eritropoesis dan destruksi eritrosit.

2. Mahasiswa memahami perkembangan hemoglobin pada manusia.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan laboratorium yang berhubungan

dengan kelainan hematologi.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan berbagai pernyakit hematologi.

I.3.2. Khusus

1. Mahasiswa mampu menjelaskan sintesis hemoglobin normal.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan jenis jenis hemoglobin patologis.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara thalassemia, hemoglobinopati

dan anemia hemolitik.

I.5. MANFAAT

1.Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi, gejala-gejala dan tanda thalassemia.

2.Mahasiswa mampu menjelaskan langkah-langkah dalam menegakkan diagnosis dan

diagnosis banding Thalassemia.

I.6. HIPOTESIS

Dari hasil pemeriksaan fisik dan heteroanamnesis, hipotesis dari kasus skenario II ini menuju pada penyakit anemia mikrositik hipokromik yaitu thalassemia.

II. STUDI PUSTAKA

* ERITROSIT

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Eritrosit matang merupakan suatu cakram bikonkaf dengan diameter sekitar 7 mikron. Eritrosit merupakan sel dengan struktur yang tidak lengkap. Sel ini hanya terdiri atas membran dan sitoplasma tanpa inti sel. Komponen eritrosit terdiri dari:

1. Membran eritrosit

2. Sistem enzim

3. Hemoglobin, berfungsi sebagai alat angkut oksigen. Komponennya terdiri atas heme,

yang merupakan gabungan protoforfirin dengan besi. Serta globin, bagian protein yang

terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.[1]

* ERITROPOIESIS

Faktor utama yang dapat merangsang produksi sel darah merah adalah hormon dalam sirkulasi yang disebut eritropoietin. Pengaruh utamanya adalah merangsang produksi proeritoblas dari sel-sel stem hemopoietik dalam sumsum tulang, dengan meningkatkan jumlah sel progenitor yang terikat untuk eritropoiesis. Stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah tekanan O2 dalam jaringan ginjal. [4]

Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel progenitor CFUGEMM, BFUE & CFUE menjadi prekursor eritrosit yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, yaitu pronormoblas. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas melalui sejumlah pembelahan sel menjadi normoblas awal lalu menjadi normoblas intermedia (polikromatik) dilanjutkan dengan pembelahan menjadi normoblas lanjut (piknotik) lalu retikulosit sampai menjadi eritrosit matur berwarna merah muda seluruhnya. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan 16 eritrosit matur.[5]

* DESTRUKSI ERITROSIT (Senescence & Hemolisis)

Eritrosit hidup dan beredar dalam darah tepi (life span) rata-rata selama 120 hari. Setelah 120 hari eritrosit mengalami proses penuaan kemudian dikeluarkan dari sirkulasi oleh sistem RES. Destruksi eritrosit yang terjadi karena proses penuaan disebut proses senescence, sedangkan destruksi patologik disebut hemolisis. Hemolisis dapat terjadi intravaskuler maupun ekstravaskuler, terutama pada sistem RES yaitu lien dan hati.

Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan teruarainya komponen-komponen hemoglobin menjadi:

1. Komponen protein yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapat dipakai kembali.

2. Komponen heme akan pecah menjadi dua:

a. Besi: yang akan dikembalikan ke pool besi dan dipakai ulang

b. Bilirubin: yang akan disekresikan melalui hati dan empedu.

Hemolisis berdasarkan tempatnya dibagi menjadi dua, yatu:

1. Hemolisis ekstrvaskuler

Hemolisis terjadi pada sel makrofag dari sistem retikuloendothelial (RES) terutama pada lien, hepar dan sumsum tulang karena sel ini mengandung enzim heme oxygenase. Lisis terjadi karena kerusakan membran (misalnya akibat reaksi antigen-antibodi), presipitasi hemoglobin dalam sitoplasma, dan menurunnya fleksibilitas eritrosit.

2. Hemolisis intravaskuler

Pemecahan eritrosit intravaskuler menyebabkan lepasnya hemoglobin bebas ke dalam plasma. Hemoglobin bebas ini akan diikat oleh haptoglobin suatu globulin alfa) sehingga kadar haptoglobin plasma akan menurun. Kompleks hemoglobin-haptoglobin akan dibersihkan oleh hati dan RES dalam beberapa menit. Apabila kapasitas haptoglobin dilampaui maka akan terjadilah hemoglobin bebas dalam plasma. Hemoglobin bebas akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin. Sebagian hemoglobin dalam tubulus ginjal akan diserap oleh sel epitel kemudian besi disimpan dalam bentuk hemosiderin, jika epitel mengalami deskuamasi maka hemosiderin dibuang melalui urine (hemosiderinuria), yang merupakan tanda hemolisis intravaskuler kronik.[1]

* SINTESIS HEMOGLOBIN

scan0001.tifSintesis heme terutama terjadi di mitokondria. Bermula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim A oleh kerja enzim kunci asam δ-aminolevulinat (ALA) dengan koenzim yaitu piridoksial fosfat (vit. B6) yang dirangsang oleh eritropoetin. Kemudian membentuk porfobilinogen, prekursor segera porfirin, cincin priol dengan rantai samping asetil, propionil dan aminometil. Dilanjutkan dengan bergabungnya 4 molekul porfobilinogen untuk membentuk 1 molekul uroporfirinogen III dan kemudian dikonversikan menjadi koproforbirinogen III untuk membentuk protoporifin. Protoporfirin ini bergabung dengan besi dalam bentuk Ferro (Fe2+) untuk membentuk heme. Masing-masing molekul heme bergabung dengan 1 rantai globin yang dibuat pada poliribosom, membentuk suatu subunit Hb yang disebut rantai hemoglobin. Empat dari rantai-rantai hemoglobin ini selanjutnya akan berikatan satu sama lain secara longgar untuk membentuk molekul hemoglobin yang lebih lengkap.

* TAHAPAN PERKEMBANGAN HEMOGLOBIN PADA MANUSIA

Gen globin berkelompok pada kromosom 16 dan 11. Pada kehidupan embrio, janin & dewasa, gen yang berbeda diaktifkan atau ditekan. Rantai globin yang berbeda disintesis secara terpisah & kemudian saling bergabung untuk membentuk hemoglobin yang berbeda. Pada masa embrio, terdiri dari Hb Gower 1 (ς2ε2), Hb Portland (ς2γ) dan Hb Gower 2 (α2ε2). Sedangkan pada janin memiliki hemoglobin fetus (α2γ2) dan pada saat dewasa terdiri dari Hb F (α2γ2), Hb A2 (α2δ2) dan A (α2β2).[5]

* ANEMIA HEMOLITIK

anemia hemolisis adalah kadar hemoglobin kurang dari nilai normal akibat kerusakan sel eritrosit yang lebih cepat dari kemampuan sumsum tulang untuk menggantikannya.[2]

Klasifikasi

Pada dasarnya anemia hemolitik dapat dibagi menjadi 2 golongan besar. Pertama, anemia hemolitik karena faktor di dalam faktor di dalam erotrosit sendiri (intrakorpuskuler) yang sebagian besar bersifat herediter – familier. Kedua, anemia hemolitik karena faktor di luar eritrosit (ekstrakorpuskuler), yang sebagian besar bersifat didapat (acquired). [1]

1. Anemia hemolisis herediter[2]

· Defek enzim/ enzimopati

- Defek jalur Embden Meyerhof

- Defisiensi oiruvat kinase

- Defisiensi glukosa fosfat isomerase

- Defisiensi fosfogliserat kinase

- Defek jalur heksosa monofosfat

- Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrogenase (G6PD)

- Defisiensi glutation reduktase

· Hemoglobinopati

- Thalassemia

- Anemia sickle cell

- Hemoglobinopati lain

· Defek membran (membranopati): sferositosis herediter

2. Anemia hemolisis didapat[2]

· Anemia hemolisis imun, misalnya: idiopatik, keganasan, obat-obatan, kelainan autoimun, infeksi, transfusi.

· Mikroangiopati, misalnya: Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP), Sindrom Uremik Hemolitik (SUH), KID, DIC.

· Infeksi, misalnya: infeksi malaria, infeksi babesiosis, infeksi Clostridium.

Patofisiologi

Proses hemolisis pada penyakit anemia hemolitik akan menimbulkan:

1. Penurunan kadar hemoglobin yang akan meningkatkan anemia. Apabila derajat hemolisis ringan sampai sedang, sumsum tulang masih dapat melakukan kompensasi 6 sampai 8 kali normal sehingga tidak terjadi anemia. Akan tetapi, apabila derajat hemolisis berat maka mekanisme kompensasi tidak dapat mengatasi hal tersebut sehingga terjadi anemia hemolitik.

2. Peningkatan hasil pemecahan eritrosit dalam tubuh. Hemolisis intravaskuler dan ekstravaskuler berlebihan akan menyebabkan jumlah hemoglobin yang terurai berlebihan, sehingga jumlah haptoglobin akan menurun. Hemoglobin bebas yang masuk ke plasma akan mengalami oksidasi menjadi methemoglobin sehingga terjadi methemoglobinemia.

3. Kompensasi sumsum tulang untuk meningkatkan eritropoesis. Destruksi eritrosit dalam darah tepi akan merangsang mekanisme biofeedback (melalui eritropoesis) sehingga sumsum tulang meningkatkan eritropoesis. Eritropoesis yang berlebihan di sumsum tulang akan menyebabkan peningkatan jumlah eritroblast (normoblast). [1]

Manifestasi Klinik

Gejala pada anemia hemolitik dibagi menjadi tiga, yaitu gejala umum, gejala hemolitik baik secara intaravaskuler maupun ekstravaskuler dan gejala oenyakit dasar sesuai penyebabnya. Pada anemia hemolitik, gejala hemolitik yang dapat ditemuakan pada penderitanya adalah splenomegali dan hepatomegali, ikterus, kholeliathiasis, ulkus pada kaki dan kelainan tulang. [1]

* HEMOGLOBINOPATI

Hemoglobinopati adalah gangguan karena abnormalitas hemoglobinyang diturunkan, mengakibatkan berbagai keadaan. Akan tetapi hemoglobinopati juga dapat didefinisikan lebih spesifik sebagai gangguan hemoglobin yang mencakup variasi rantai globin, seperti perubahan atau substitusi rangkaian asam amino atau pemindahann rantai dari tempat biasanya di dalam molekul.[3]

Klasifikasi

Hemoglobinopati dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Hemoglobinopati struktural à perubahan struktur hemoglobin (kualitatif) karena substitusi satu/ lebih asam amino pada salah satu rantai peptida hemoglobin. Contohnya adalah Hb E, Hb S, Hb C dan lain-lain.

2. Thalassemia à perubahan struktur hemoglobin.[1]

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang disebabkan oleh kelainan hemoglobin: [5]

Sindrom Kelainan

Hemolisis Hemoglobin terkristalisasi (Hb S, C, D, dll)

Hemoglobin tak stabil

Thalassemia α atau β yang disebabkan oleh berkurangnya

sintesis rantai globin.

Polisitemia familial Afinitas oksigen yang berubah

Methemoglobin Kegagalan reduksi (Hb Ms)

* THALASSEMIA

Thalassemia adalah suatu kelainan genetik yang sangat beraneka ragam yang ditandai oleh penurunan sintesis rantai α atau β dari globin.

Klasifikasi

Terdapat dua tipe utama, yaitu:

1. Thalassemia alfa: dimana terjadi penurunan sintesis rantai alfa.

2. Thalassemia beta: dimana terjadi penurunan sintesis rantai beta.

Dalam kelompok ini dimasukkan juga:

a. Thalassemia delta-beta: penurunan sintesis rantai beta dan delta;

b. γ A βδ thalassemia: terjadi penurunan sintesis rantai betam delta dan γA.[1]

Patofisiologi

Penyebab anemia pada thalassemia bersifat primer dan sekunder. Primer adalah berkurangnya sintesis HbA dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intramedular. Sedangkan yang sekunder ialah karena defisiensi asam folat, bertambahnya volume plasma intrvaskular yang mengakibatkan hemodulisi, destruksi eritrosit oleh sistem retikuloendoterlial dalam limpa dan hati. Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. [6]

III. PEMBAHASAN/ DISKUSI

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan karena terjadinya hemolisis eritrosit baik secara intavaskuler maupun ekstravaskuler akibat adanya kelainan atau kerusakan pada eritrosit. Hemolisis adalah destruksi eritrosit sebelum waktunya ( + <120>

Hemoglobinopati merupakan kelainan pada hemoglobin. Kelainan itu sendiri dibedakan menjadi dua, yaitu secara kualitas maupun kuantitas. Pada kelainan produksi hemoglobin secara kualitas berarti jumlah dan perbandingan rantai globin normal, akan tetapi kualitasnya menurun. Jenis hemoglobinopati ini merupakan kelainan struktural pada rantai peptida asam amino hemoglobin. Sedangkan pada penurunan kuantitas hemoglobin berikutnya ialah yang akibat penurunan kecepatan yang produksi rantai globin ini akan menyebabkan penyakit thalassemia pada penderitanya sehingga mempengaruhi kuantitas rantai globin.

Thalassemia merupakan penyakit herediter yang disebabkan akibat menurunnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta pada hemoglobin. Penyakit ini akan menyebabkan perbandingan rantai globin yang jumlahnya abnormal sehingga mempengaruhi bentuk eritrosit. Morfologi eritrosit yang abnormal akan merangsang destruksi eritrosit (hemolisis) berlebihan yang menyebabkan eritropoesis berlebihan pada sumsum tulang. Hal ini akan menyebabkan keluarnya normoblast-normoblast ke darah tepi dari sumsum tulang. Menifestasi klinis pada thalassemia dibagi menjadi mayor, minor dan intermedia dilihat dari keadaan fisik si penderita dan indeks eritrositnya.

Penatalaksanaan yang terbaik yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan terapi maupun pemberian obat oral dan transfusi darah guna mencegah menigkatnya derajat atau tingkat keparahan kelainan tersebut serta mencegah kerusakan organ lainya. Namun, untuk keadaan pasien dengan status sosial ekonomi rendah, transfusi dan pemberian obat penunjang lainnya secara oral merupakan langkah terbaik dan paling efisien untuk dipilih.

IV. KESIMPULAN

* Pemberian obat penambah darah tidak memberikan respons positif karena pnyakit yang diderita bukanlah anemia defisiensi walaupun gejalanya menunjukkan anemis. Pemberian obat penambah darah ini justru akan memperparah keadaan penderita karena menambah timbunan besi dalam hati dan limpa yang akan meningkatkan hepato-splenomegali. Untuk penatalaksanaannya dapat diberikan transfusi darah PRC disertai dengan obat oral lainnya untuk mnecegah kerusakan organ lainnya yang lebih berbahaya.

* Thalassemia disebabkan karena menurunnya kecepatan sintesis rantai globin. Thalassemia termasuk bagian dari hemoglobinopati non-struktural dan hemoglobinopati ini termasuk ke dalam anemia hemolitik herediter.

* Untuk menentukan diagnosa utama dalam skenario ini masih diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya terutama yang berkaitan dengan eritrosit dan hemoglobin. Namun, untuk diagnosis sementara, kasus pada skenario ini masuk ke dalam anemia hemolitik akan tetapi belum bisa disimpulkan secara rinci jenis anemia hemolitik yang diderita karena masih memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.

V. DAFTAR PUSTAKA

[1]Bakta, I made.(2006).Hematologi Klinik Ringkas.Jakarta: EGC.

[2]Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.(2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II.Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

[3]Dorland, W.A. Newman.(2006).Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29.Jakarta: EGC

[4]Guyton, Arthur C.(1997).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Jakarta: EGC

[5]Hoffbrand, A.V.dkk.(2005).Kapita Selekta Hematologi Edisi 4.Jakarta: EGC

[6]Mansjoer Arif, et al.(2005).Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid 2, cet.7, Jakarta:

Media Aesculapius.