19.6.09

Sesak Napas pada Batuk Berdahak

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Energi penting bagi berbagai aktivitas sel yang ditujukan untuk mempertahankan hidup. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan O2 kontinu untuk menunjang reaksi-reaksi kimia yang menghasilkan energi. Respirasi (pernapasan) melibatkan keseluruhan proses yang menyebabkan pergerakan pasif O2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pergerakan pasif CO2 selanjutnya yang merupakan produk sisa metabolisme dari jaringan ke atmosfer. Sistem pernapasan ikut berperan dalam homeostasis dengan mepertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah. Darah mengangkut O2 dan CO2 antara sistem pernapasan dan jaringan.

Karena fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel, maka jelas bahwa hampir seluruh proses metabolisme tubuh bergantung pada sistem pernapasan. Maka, jika terjadi kelainan pada sistem pernapasan akan menyebabkan terganggunya pula porses metabolisme dalam tubuh manusia dan bergesernya homeostasis tubuh dari keseimbangan seharusnya.

Oleh karena itu, pemahaman mengenai sistem pernapasan bagi seorang dokter sangat diperlukan guna dapat mendiagnosis kelainan sistem pernapasan yang dialami pasien. Sehingga kelak penatalaksanaan dapat berbuah hasil terbaik dan membantu pasien terlepas dari keluhannya. Dalam bab II tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai anatomi, histologi dan fisiologi sistem pernapasan. Selain itu juga akan dijelaskan mengenai proses ventilasi paru pada proses pernapasan dan manifestasi klinis pada kelainan-kelainan paru dan pemeriksaan apa saja yang perlu dilakukan pada pasien sesuai dengan skenario kali ini. sedangkan mengenai patofisiologi masing-masing gejala seperti batuk berdahak, demam, sesak napas, wheezing dan diferensial diagnosis akan dijelaskan pada bab III pembahasan. Pada bab IV penutup akan penulis memberikan kesimpulan dan saran yang perlu dilakukan.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah yang diangkat penulis adalah “Bagaimanakah sesak napas dapat terjadi pada batuk berdahak setelah seseorang terpapar debu.”

C. TUJUAN

1. Mengetahui anatomi, fisiologi dan histologi sistem respirasi.

2. Memahami fisiologi proses pernapasan.

3. Mampu menjelaskan mekanisme batuk, patofisiologi sesak napas, wheezing dan batuk berdahak.

4. Mengetahui diferensial diagnosis dari tanda dan gejala pasien pada kelainan pernapasan.

5. Mengetahui pemeriksaan fisik pada penegakkan diagnosis kelainan sistem pernapasan serta penatalaksanaannya.

D. MANFAAT

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah penulis memahami bagaimana proses pernapasan secara fisiologis dan bentuk-bentuk kelainan pada sistem respirasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi, Fisiologi dan Histologi Sistem Pernapasan

Tractus respiratorius merupakan saluran yang dilalui oleh udara pernapasan. Berdasarkan fungsinya, secara umum tractus respiratorius ini dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu bagian penyalur/ bagian konduksi. Bagian ini merupakan bagian yang berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara perapasan. Bagian ini dimulai dari apertura nasalis anterior kemudian berlanjut ke cavitas nasalis, nasofaring, laring, trachea hingga bronchus dan percabangannya. Yang kedua adalah bagian respiratorik yang merupakan bagian dari pulmo yang letaknya lebih distal daripada seluran bronchial. Ketiga adalah bagian fungsional yang merupakan tempat terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida, yaitu mulai pada bronchiolus respiratorius hingga alveolus. (Budianto, 2004; Pendit, 2005)

Dilihat dari letak anatomisnya, secara ringkas perjalanan udara dimulai dari nares anterior (appertura nasalis anterior) à cavitas nasalis à ke choanae (appertura masalis posterior) à nasofaring à laring à trachea à broncus primarius à bronchus secundus à broncus tertius (segmentalis) à bronchiolus à bronchiolus terminalis à bronchiolus respiratorius à ductus alveolaris à sacculus alveolaris à alveolus. (Tambayong, 2007)

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel bertingkat silindris bersilia dengan banyak sel goblet yang dikenal sebagai sel respirasi. Dari rongga hidung sampai ke laring, bagian epitelnya berupa epitel berlapis gepeng. Pada trakea dilapisi mukosa respirasi khas. Trake akan bercabang menjadi dua bronkus primer yang kemdian pada bagian kanan akan bercabang menjadi tiga bronkus sekundus dan menjadi dua bronkus sekundus pada bagian kiri dan masing-masing memasok sebuah lobus paru. Bronkus sekundus/ lobaris ini terus bercabang menjadi bronkiolus dan setiap memasuki lobulus paru, bercabang menjadi 5-7 bronkiolus terminalis. Lobulus paru berbentuk piramid, apeksnya mengarah ke hilus paru. Pada bronkiolus tidak ditemukan tulang rawan maupun kelenjar pada mukosanya, hanya terdapat sebaran sel goblet di dalam epitel segmen awal. Pada epitel bronkiolus terminalis ditemukan adanya sel Clara yang berfungsi untuk menyekresi protein yang melindungi lapisan bronkiolus terhadap polutan oksidatif dan inflamasi. (Tambayong, 2007 Soedoko, 2005; Pendit, 2005)

Alveolus menyerupai kantung kecil yang terbuka pada satu sisinya, mirip dengan sarang lebah. Umumnya terdapat septum atau dinding intraalveolar di antara dua alveolus. Alveolus memiliki sel tipe I atau sel alveolus gepeng pada permukaan alveolus dan sel tipe II yang tersebar diantara sel-sel alveolus tipe I. Pada badan lamela menghasilkan surfaktan paru yang menyebar di permukaan alveolus dan membentuk lapisn alveolus di luar sel dan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan alveolus sehingga beban kerja pernapasan kelak akan berkurang dan mencegah alveolus kolaps. (Tambayong, 2007; Soedoko, 2005; Pendit, 2005)

Sistem pernapasan memiliki sederetan mekanisme pertahanan. Partikel yang lebih besar dari 10 µm akan tertahan di rongga hidung, dan partikel berukuran 2-10 µm akan terperangkap oleh epitel bersilia yang berlapiskan mukus. Partikel yang lebih kecil dibersihkan oleh makrofag alveolus. Selain menkanisme nonspesifik ini, juga terjadi proses imunologis rumit dalam jaringan limfoid bronkus terutama pada kelenjar getah bening yang mengandung limfosit T dan limfosit B. Komponen penting dari sistem imun ini disebut BALT (bronchus-associated lymphatic tissue). (Tambayong, 2007)

Fisiologi Ventilasi Paru

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbondioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional utama: (1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru; (2) difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan darah; (3) transpor oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; dan (4) pengaturan ventilasi dan lain-lain dari pernapasan. (Setiawan, 1997; Pendit, 2005)

Paru-paru dapat dikembangkan melalui dua cara yaitu naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan depresi serta elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter anteroposterior rongga dada. Pernapasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui metode pertama dari kedua metode tersebut, yaitu melalui gerekan diafragma. Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka iga. Pada saat istirahat, iga miring ke bawah dan sternum turun ke belakang ke arah koluma vertebralis. Sedangkan apabila rangka iga dielevasikan, tulang iga maju sehingga sternum bergerak ke depan menjauhi spinal. (Setiawan, 1997)

Pada ventilasi terdapat tiga tekanan berbeda yang penting yaitu tekanan atmosfer, tekanan intra alveolus dan tekanan intrapleura. Hubungan timbal balik antara ketiga tekanan ini penting dalam mekanika pernapasan. Udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Udara mengalir masuk dan keluar paru selama proses bernapas dengan mengikuti penurunan gradien tekanan yang berubah selang-seling antara alveolus dan atmosfer akibat aktivitas siklik otot-otot pernapasan. (Pendit, 2001)

Manifestasi Klinis pada Kelainan Sistem Pernapasan

v Dispnea (Rasa Sesak)

Pada dispnea, keluhan awal akut mungkin disebabkan adanya gangguan fisiologis akut seperti serangan asma bronkial, emboli paru, pneumotoraks atau infark miokard. Gejala yang menyertai seperti nyeri dada, batuk dengan sesak, demam dan mengigil serta hemoptisis mengisyaratkan pada beberapa kelainan pernapasan. Dispneu dapat disebabkan oleh alergen seperti serbuk, jamur atau zat kimia. Dispneu juga dapat disebabkan oleh debu, asap dan bahan kimia yang menimbulkan iritasi maupun oleh obat-obatan yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang kemudian menimbulkan sesak. (Amin, 2007)

v Batuk

batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobroial. Kemampuan batuk ini merupakan mekanisme yang penting untuk membersihan saluran napas bagian bawah. Rangsangan yang biasanya menimbulkan batuk adalah rangsangan mekanik, kimia, dan peradangan. Inhalasi asap, debu, dan benda-benda asing kecil merupakan penyebab batuk yang paling sering. Rangsangan mekanik dari tumor terhadap saluran napas merupakan penyebab lain yang dapat menimbulkan batuk. Batuk dapat bersifat produktif, pendek dan tidak produktif, keras dan parau, sering, jarang atau paroksismal atau serangan batuk intermiten. (Pendit, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan utama berupa sesak napas disertai dengan batuk berdahak sejak 3 hari yang lalu dan demam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya wheezing. Diketahui bahwa ada riwayat penyakit keluarga berupa penyakit paru kronik pada kakak pasien dimana ditemukan gambaran honeycomb appearance tanpa disertai wheezing. Lalu dokter memberikan dua jenis obat yang berbeda fungsinya.

Batuk merupakan mekanisme ledakan ekspirasi untuk melindungi trakeobronkial tree dari sekret dan benda asing. Reseptor batuk terdapat pada tractus respiratorius atas dan bawah, abdomen, meatus austicus eksterna, diafragma, oesofagus dn membran timfani. Batuk merupakan reflek pertahanan dimana ia memiliki jalur afferent dan efferent. Jalur afferent termasuk reseptor n. V (trigeminus), glossopharyngeal, superior laryngeal dan N X (vagus). Yang temasuk dalam jalur efferent adalah N.Reccurens laryngel dan N. X (vagus) batuk diawali dengan inspirasi dalam diikuti penutupan glotis, relaksasi diafragma, dan kontraksi otot melawan penutupan glotis kemidan menghasilkan tekanan intratorakal positif sehingga terjadi penyempitan trakea. Pada kasus ini, dapat dicurigai bahwa debu berperan sebagai kausa dari timbulnya batuk pada pasien. Kausa ini akan mengakibatkan pada reseptor di saluran pernapasan atas terstimulus diikuti jalan masuk ke tracheobronchial tree melalui inhalasi atau aspirasi.

Berdasarkan lama terjadinya, pada kasus ini batuk yang dikeluhkan termasuk dalam batuk akut yaitu <>µm yang tertangkap oleh epitel bersilia sebagi respon pertahanan nosnspesifik pada sistem pernapasan. Jika mukus berlebih, maka akan tertimbun. Hal ini mengakibatkan membran mukosa akan terangsang sehingga terjadilah batuk melalui mekanismenya yang kemudian mengeluarkan sputum dan disebut dengan batuk berdahak.

Dispnea (sesak napas) pada pasien dapat terjadi baik karena adanya reseptor-reseptor mekanik pada otot pernapasan, paru dan dinding dada, kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2, peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan sangat meningkatnya sesak nafas maupun ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi. Pada keadaan dispneu, akan digunakan otot-otot pernapasan tambahan (axilier). Dispneu juga dapat disebabkan kerena adanya pembesaran conchae, gangguan turbulensi, bronkospasme atau bronkokonstriksi, peningkatan ekstisitas paru pada pneumonia dan efusi pleura, peningkatan kerja nafas akibat resistensi dinding dada seperti pada obesitasi, maupun karena peningkatan resistensi non ekstisbronchia seperti pada asthma dan bronchitis.

Demam yang terjadi pada kasus ini dapat disebabkan karena adanya agen infeksius di dalam sistem pernapasan yaitu debu. Dimana debu tersebut akan merangsang terjadinya proses inflamasi sebagai sistem pertahanan tubuh untuk menghilangkan agen infeksius dalam tubuh. Dalam perjalanan proses inflamasi ini, beberapa zat kima akan dilepaskan oleh sistem imun yakni seperti interleukin yang kemudian merangsang pusat termoregulasi di hipotalamus sehingga suhu tubuh meningkat.

Wheezing merupakan suara napas tambahan yang bersifat kontinu, musikal, nada tinggi dan durasinya panjang. Wheezing dapat terjadi bila aliran udara secara cepat melewati saluran napas yang mendatar atau menyempit/ hampir tertutup. Wheezing menyeluruh dapat disebabkan oleh asma, bronkitis kronik, penyakit paru obstruksi kronik dan penyakit jantung kongestif. Wheezing pada lokasi tertentu menandakan adana obstruksi parsial pada bronkus, seperti benda asing atau tumor. Wheezing dapat terjadi pada saat inspirasi, ekspirasi maupun keduanya.

Berdasarkan dari data-data yang terkumpul yang menyebutkan bahwa gejala dan keluhan pasien adalah batuk berdahak, sesak napas disertai demam serta dengan didukung oleh pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya wheezing, maka dapat diperoleh diferensial diagnosis dari kasus ini. selain itu, diferensial diagnosis juga mempertimbangkan riwayat penyakit keluarga pasien dimana kakak pasien menderita penyakit paru kronis. Adapun diferensial diagnosis berdasarkan keluhan batuk berdahak, sesak napas dan demam, maka kelainan yang memiliki gejala tersebut diantaranya adalah asma bronkhial, bronkitis, bronkiektasis, pneumonia serta emfisema paru. Namun, jika dilihat dari ditemukannya wheezing, maka kemungkinannya adalah bronkitis, tumor atau penyumatan saluran napas karena sebab lainnya. Brokiektasis dan asma bronkial memiliki kemungkinan adanya faktor herediter yang berperan pada kasus ini mengingat riwayat penyakit keluarga pasien.

Dari beberapa diferensial diagosis yang dikumpulkan, maka masih diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang lainnya yang harus dilakukan. Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pasien ini adalah pemeriksaan dahak guna melihat jenis sputum yang diroduksi, darah yang dapat menggambarkan kemungkinan adanya infeksi atau semacamnya, foto thorax untuk melihat kelainan pada struktur pernapasan pasien serta tes fungsi paru guna mengetahui apakah fungsi paru pasien normal atau tidak.

Karena diagnosis pasien belum dapat ditegakkan secara pasti, maka penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan obat sebagai terpi simtomatis. Obat ini bertujuan untuk mengurangi gangguan pernapasan pada pasien sehingga dapat memeperbaiki keadaan pasien. Adapun obat yang dapat diberikan pada pasien adalah berupa bronkodilator untuk mengatasi sesak napas yang dikeluhkan pasien. Selain itu, antitusive juga dapat meringankan beban pasien dengan mengatasi produksi dahak berlebihan. Anti-inflamasi dapat diberikan bila dicurigai terjadinya proses inflamasi dalam sistem pernapasan pasien.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Diagnosis pasien pada kasus ini belum dapat ditegakkan, sedagkan diferensial diagnosis dari pasien dalam kasus ini adalah asma bronkial, bronkitis, tuberkulosis paru, bronkiektasisPemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Sementara menegakkan diagnosis, obat yang dapat diberikan pada pasien sebagai terapi simtomatis adalah berupa bronkodilator, antitusive maupun obat anti inflamasi.

B. SARAN

v Agar gangguan sistem pernapasan ini tidak lagi menghambat pernapasan pasien, maka perlu diingatkan agat pasien menghindari faktor pencetus, salah satu yang sudah diketahui adalah debu.

v Terapi kausal dan preventif perlu dilakukan apabila diagnosis sudah dapat ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Zulkifli.2007.’Manifestasi Klinik dengan Pendekatan pada Pasien dengan Kelainan Sistem Pernapasan’, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Hal 959-961

Budianto, Anang dan Azizi, M. Syahrir.2004.Guidance to Anatomy II Edisi Revisi.Hal 21-22

Guyton, Arthur C and Hall, John E; alih bahasa Irawati Setiawan.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi ke-9.Hal 597-598

Junqueira, Luiz Carlos; alih bahasa: Jan Tambayong.2007.Histologi Dasar: Teks & Atlas Edisi 10. Hal 335-354

Lauralee, Sherwood; alih bahasa Brahm U. Pendit.2001.Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi Kedua.Hal 415-416

Parakrama, Chandrasoma; alih bahasa Roem Soedoko.2005.Ringkasan Patologi Anatomi. Hal 460

Parakrama, Chandrasoma; alih bahasa Roem Soedoko.2005.Ringkasan Patologi Anatomi. Hal 464-465

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa: Brahm U.Pendit.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2.Hal 736-738

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa: Brahm U.Pendit.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2.Hal 743-744

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa: Brahm U.Pendit.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2.Hal 773-776

Skills Lab FK UNS.2008.Buku Pedoman Skills Lab Keterampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi. Hal 15