19.6.09

Osteoporosis & Osteoarthritis

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini. Salah satu komponen sistem muskuloskeletal adalah sendi. Sendi berfungsi sebagai bantalan, menjamin gerakan dan menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi, sehingga tekanan pada sendi merata dan ROM sendi tidak terganggu. Kelainan pada sendi dapat mengganggu fungsi dari sendi itu sendiri dan sistem muskuloskeletal. Kelainan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu keadaan patologis yang sering dijumpai adalah osteoporosis. Osteoporosis sering terjadi pada individu usia lanjut. Selain osteoporosis, osteoartritis juga menjadi salah satu keadaan patologis pada orang tua yang sering ditemukan.

Oleh karena itu, penulis akan membahas mengenai patofisiologi osteoporosis dan osteoartritis serta gejala yag dialami pasien dalam skenario kali ini. Namun, sebelumnya akan dirangkai dasar pembahasan dalam tinjauan pustaka mengenai histologi, fisiologi dan anatomi sendi serta ringkasan mengenai osteoporosis dan osteoartritis.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan skenario, penulis merumuskan suatu permasalahan pokok sebagai berikut:

“Bagaimana patofisiologi dari manifestasi klinis pada osteoporosis dan osteoartritis?”

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui anatomi, fisiologi dan histologi sendi.

2. Memahami definisi, etiologi,patologi, patogenesis dan patofisiologis osteoporosis dan osteoartritis.

3. Mengetahui penanganan dan penatalaksanaan sesuai kondisi pasien.

D. MANFAAT PENULISAN

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah penulis memahami etiologi, patofisiologi serta manifestasi klinis dari osteoporosis dan osteoartritis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HISTOLOGI, FISIOLOGI DAN ANATOMI SENDI

Sendi adalah semua persambungan tulang baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak. Sendi merupakan daerah tulang yang ditutupi dan dikelilingi oleh jaringan ikat yang menahan tulang dan menentukan jenis dan derajat pergerakan di antaranya. (Sumariyono, 2006; Tambayong, 2007)

Secara anatomis sendi dibedakan menjadi synarthtosis, dyarthrosis dan amphiatrosis. J enis synarthrosis dibagi tiga, dimana pada jenis syndesmosis tulang disatukan oleh jaringan pengikat, pada synchondrosis tulang disatukan oleh tulang rawan, sedangkan pada synostosis disatukan oleh tulang. Pada jenis amphiarthrosis pergerakan tulang sangat terbatas seperti sendi sakroiliaka dan sendi antara korpus vertebra. Pada diarthrosis memungkinkan gerakan yang sangat luas. Dyarthrosis di bagi menjadi dua jenis yaitu uniaxial dan biaxial berdasarkan axis pergerakannya antar tulang yang bersendi. Diarthrosis dipisahkan oleh cavum articulare dan dilapisi oleh tulang rawan sendi. (Budianto, 2004; Sumariyono, 2006)

Tulang rawan sendi terdiri dari matriks dan kondrosit. Matriks terdiri dari air, proteoglikan dan kolagen. Proteoglikan terdiri dari inti protein terutama kolagen tipe II dan molekul glikosaminoglikan. Proteoglikan bersama dengan asam hialuronat akan bersama menghisap air dan mengembang lalu membentuk bantalan pada sendi. Pergerakan air disebabkan penggunaan sendi tersebut. Sedangkan kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks agar fungsinya berjalan baik. Simpai diartrosis bervariasi, terdiri atas lapisan fibrosa di luar dan lapisan sinovial di dalam. Lapisan sinovial melapisi permukaan dalam kapsul sendi tapi tidak melapisi permukaan rawan sendi. Pada lapisan sinovial terdapat sel sinoviosit A yang melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya ke dalam rongga sendi, sel sinoviosit B untuk sintesis dan sekresi asam hialuronat serta memperbaiki kerusakan sendi dan berperan dalam proses remodelling. Sel sinoviosit C juga ada dalam lapisan sinovial yang sifatnya diantara sel sinoviosit A dan sel sinoviosit B. (Sumariyono, 2006; Tambayong, 2007)

B. OSTEOPOROSIS

Osteoporosis adalah gangguan tulang yang ditandai dengan penurunan masa tulang dan kemerosotan mikro-arsitektur yang menyebabkan tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Osteoporosis terjadi jika keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan tulang bergeser ke arah penyerapan tulang oleh osteoklas. (Parakrama, 2006; Pendit, 2007)

Pembentukan dan fungsi osteoklas dikendalikan oleh mekanisme molekular. Osteoklas berasal dari makrofag di bawah pengaruh jalur sinyal RANK (Receptor Activator for Nuclear factor kB)/ ligan RANK. Ligan RANK berikatan dengan reseptornya, RANK pada membran sel makrofag. Kemudian, dengan keberadaan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF), maka makrofag akan berdiferensiasi menjadi osteoklas yang kemudian menyerap tulang. Disamping mengeluarkan ligan RANK, sel stroma juga mengeluarkan osteopotegerin yang menghambat diferensiasi makrofag menjadi osteoklas dengan berfungsi sebagai reseptor ligan RANK sehingga ligan RANK tidak berikatan dengan RANK. (Pendit, 2007)

Osteoporosis dibagi menjadi dua yaitu primer dimana tidak diketahui penyebabnya dan sekunder dimana diketahui penyebabnya. Osteoporosis primer dibagi dua kembali menjadi tipe I yang disebabkan karena defisiensi esterogen pasca menopause dan tipe II atau osteoporosis senilis yang disebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus sehingga timbul hiperparatiroidisme sekuder dan menyebabkan osteoporosis. Sebab-sebab osteoporosis adalah defisiensi esterogen/ androgen, disuse serta gangguan kelenjar endokrin. (Setiyohadi, 2006; Damajanti, 1973)

Tanda utama adalah hilangnya tulang, cenderung paling jelas pada bagian yang mengandung banyak tulang trabekular. Trabekula menjadi lebih tipis dan terpisah lebih jauh daripada biasanya sehingga rentan terhadap fraktur selain itu kanalis haversi juga akan melebar, namun kandungan mineral di tulang lainnya normal selain aktivitas osteoklastik yang meningkat namun tidak secara drastis. (Pendit, 2007; Parakrama, 2006)

C. OSTEOARTRITIS

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer atau OA idiopatik dan OA sekunder. OA primer kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi. Sedangkan OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. OA merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. (Soeroso, 2006; Pendit, 2007)

Faktor risiko OA tediri dari usia > 40 tahun, wanita, suku bangsa, genetik, kegemukan dan penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan dan olahraga, kelainan pertumbuhan dan kepadatan tulang dan lain-lain. (Mansjoer, 2000)

Gambaran klinis OA berupa nyeri sendi, terutama bila bergerak atau menanggung beban, kekakuan sendi setelah tidak digerakkan beberapa lama, namun akan hilang setelah sendi digerakkan. Perubahan pada tangan, Nodus Heberden atau pembesaran tulang sendi interfalang distal sering dijumpai. Dapat pula terjadi keterbatasan gerak (ROM) pada sendi yang terkena, krepitasi, tanda-tanda peradangan, perubahan bentuk sendi yang permanen dan perubahan gaya berjalan. Pasa pemeriksaan radiologis ditemukan gambaran kista tulang, penyempitan celah sendi, sclerosis subkondral, osteofit pada pinggir sendi dan perubahan stuktur anatomi sendi. Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan darah khusus tidak diperlukan, faktor rematoid bisa ditemukan dalam serum, karena akan meningkat pada peningkatan usia. (Soeroso, 2006; Pendit, 2005; Pendit, 2007)

Penatalaksanaan OA bersifat multifokal dan individual untuk mencegah atau menahan kerusakan lebih lanjut pada sendi dan untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi guna memepertahankan mobilitas. Penatalaksanaan ini terdiri dari terapi non-farmakologis berupa edukasi, terapi fisik dan rehabilitasi, terapi farmakologis dengan analgesik, OAINS, Chondroprotective atau steroid intra-artikuler. Terapi pembedahan juga dapat diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil. (Soeroso, 2006; Pendit, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang perempuan usia 60 tahun datang dengan keluhan berupa nyeri pada lutut kiri sejak 2 tahun lalu yang hilang timbul terutama saat jalan dan naik tangga. Penderita telah minum obat bebas yang dibeli tanpa resep tetapi tidak kunjung sembuh. Pekerjaan penderita adalah kuli gendong. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda radang, keterbatasan ROM sendi. Hasil pemeriksaan penunjang adalah adanya gambaran osteofit dari hasil foto rontgen, hasil pemeriksaan Bone Mineral Density (BMD) menyatakan terjadi osteoporosis, hasil pemeriksaan darah CRP meningkat, rematoid factor negatif.

Nyeri yang dirasakan oleh penderita terjadi karena adanya pembebasan biokimiawi dari proses inflamasi yang terjadi di sendi. Peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik pada osteoartritis akan menyebabkan penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga pelepasan mediator kimiawi terjadi melalui subkondral yang mengandung ujung saraf sensibel yang dapat mengahantarkan rangsang sensoris terhadap nyeri. Mediator kimiawi yang menimbulkan nyeri adalah bradikinin, histamin, prostaglandin serta mediator kimiawi lainnya. Selain itu, adanya spasme otot, peregangan tendo & ligamentum serta adanya penekanan osteofit terhadap periosteum juga dapat menyebabkan nyeri.

Inflamasi yang terjadi pada sendi penderita dapat disebakan karena adanya jejas pada sendi akibat beban dimana pada wanita, beban akan bertumpu pada sendi lutut. Jejas ini akan merusak jaringan sendi dan kemudian merangsang sel sinoviosit A untuk mengeluarkan debris ke ruang sendi. Hal ini akan memicu proses inflamasi namun tidak dapat dibereskan akibat dari lokasi inflamasi yang jauh dari jangkauan sistem imun karena tidak adanya anyaman pembuluh darah pada ruang sendi. Secara fisiologis, bila terjadi kerusakan jaringan, rawan sendi dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru dibawah pengaruh faktor pertumbuhan seperti IGF-1. Namun, akibat IL-1 yang dikeluarkan dari sebagai salah satu mediator pada proses inflamasi, maka sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1 sehingga proses perbaikan tidak terjadi.

Pasca inflamasi, CRP akan meningkat dan akan mengaktifkan jalur klasik komplemen dan memicu perubahan sel fagosit. Hal ini kemudian berdampak pada terjadinya degradasi kolagen dan proteoglikan terus menerus namun formasi matriks yang baru tidak dapat mengimbangi. Akibatnya, pada permukaan cartilago artikularis akan terdapat celah. Cairan sinovial kemudian akan menuju celah dan celah akan meluas akibat tekanan cairan sinovial, ini mengakibatkan terbentuknya celah subkondral. Kemudian kejadian ini diteruskan dengan terkikisnya rawan sendi. Lama kelamaan, cartilago artikularis habis terkikis kemudian subkondral akan menggantikannya untuk menahan tekanan (sebagai bantalan). Hal ini akan menyebebkan terjadinya sklerosis subkondral dan pembentukan rongga serta tulang baru pada tepi sendi yang disebut dengan osteofit.

Pada individu usia lanjut, terjadi penurunan elastisitas dengan menurunnya produksi kolagen tipe II dan proteoglikan menurun, sedangkan produksi kolagen tipe I meningkat. Hal ini akan menyebabkan pembentukan kolagen tipe I (fibrous) yang akan menyebabkan keterbatasan ROM sendi.

Kadar esterogen pada wanita yang telah menopause akan menurun secara drastis sehingga akan menigkatkan formasi osteoklas yang menyebabkan terjadinya resorpsi matriks tulang tanpa diimbangi dengan pembentukan matriks oleh osteoblas. Selain penurunan esterogen, peningkatan sitokin juga akan menyebabkan peningkatan proses resorpsi tulang. Peningkatan resopsi matriks yang tidak diimbangi dengan pembentukannya ini disebabkan karena disregulasi dari ligan RANK-RANK serta MCSF yang seharusnya diimbangi oleh ligan RANK-osteoprogeterin yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah esterogen.

Penatalaksanaan pada pasien ini bersifat multifokal dan individual untuk mencegah atau menahan kerusakan lebih lanjut pada sendi dan untuk mengatasi nyeri dan kaku sendi guna memepertahankan mobilitas. Penatalaksanaan ini terdiri dari terapi non-farmakologis berupa edukasi, terapi fisik dan rehabilitasi, terapi farmakologis dengan analgesik, OAINS, Chondroprotective atau steroid intra-artikuler. Terapi pembedahan juga dapat diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil. Mencegah beban berat pada tubuh dan risiko besar terhadap fraktur perlu dihindari guna mencegah terjadi komplikasi fraktur dan sebagainya.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

v Osteoartritis pada pasien dalam skenario ini dapat disebabkan oleh karena adanya jejas akibat beban mekanik dari tubuh serta beban yang dipikulnya sehari-hari sebagai kuli gendong disertai dengan penurunan produksi kolagen tipe II, peningkatan kolagen tipe I dan penurunan proteoglikan karena faktor usia.

v Osetoporosis pada pasien ini dapat terjadi karena faktor hormon esterogen yang menurun secara drastis saat menopause. Hal ini akan mengkibatkan reospsi matriks tulang tidak dapat diimbangi dengan pembentukan matriks kembali oleh osteoblas karena terjadi disregulasi pada aktivitas osteoblas dan osteoklas.

v Prognosis pasien dalam skenario ini sesuai dengan penatalaksanaan medikamentosa serta non-medikamentosa yang dijalankan. Bila dilakukan secara konsisten dan teratur, maka kemungkinan prognosis baik, bila tidak maka sebaliknya. Kedua penyakit yang diderita pasien tidak dapat disembuhkan, hanya memperlambat kerusakan dan menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman pada pasien serta mencegah keadaan pasien menjadi lebih buruk.

B. SARAN

v Penatalaksanaan yang perlu dilakukan untuk pasien ini adalah dengan memberikan terapi medikamentosa serta terapi non-medikamentosa. Selain itu, pasien juga perlu untuk mengurangi atau bahkan menghentikan pekerjaannya sebagai kuli gendong untuk mengurangi jejas pada sendi agar tidak lebih buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, Anang dan Azizi, M. Syahrir.2004.Guidance to Anatomy I Edisi Revisi.Hal 15-18

Damajanti, Vera.1973.’Susunan Kerangka dan Otot’, Kumpulan Kuliah Patologi FKUI.Hal 430

Junqueira, Luiz Carlos; alih bahasa: Jan Tambayong.2007.Histologi Dasar: Teks & Atlas Edisi 10. Hal 148-152

Mansjoer, Arif, dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 Edisi 3. Hal 535-536

Parakrama, Chandrasoma.2005.Ringkasan Patologi Anatomi. Hal 875-876

Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa: Brahm U. Pendit.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume. Hal 1380-1383

Robbins, L.S, et.al; alih bahasa: Brahm U.Pendit.2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Hal 846-850

Robbins, L.S, et.al; alih bahasa: Brahm U.Pendit.2007.Buku Ajar Patologi Robbins. Hal 862-864

Setiyohadi, Bambang.2006.’Osteoporosis’, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Hal. 1259-1272

Soeroso, Joewono, dkk.2006.’Osteoartritis’, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Hal 1195-1201

Sumariyono dan Wijaya, Linda K.2006.’Struktur sendi, otot, saraf dan endotel vaskular’, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Hal 1085-1086