19.6.09

Penyakit Menular Seksual

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Traktus urinaria pada wanita dan pria agak sedikit berbeda. Dilihat secara anatomis, traktus urinaria pria akan bersinggungan secara langsung dengan sistema reproduksi pria bagian interna. Maka, gangguan dan penyakit pada sistem urinaria dapat mempengaruhi sistem genitalia secara langsung dan begitupula sebaliknya. Ketika terjadi kelainan pada sistem genitalia maka gejala dan tanda dapat timbul sebagai gangguan pada sistem urinaria. Oleh karena itu, pengetahuan mengenai sistem urogenitalia bagi seorang dokter merupakan dasar untuk mengetahui gangguan yang dikeluhkan pasien apakah berasal dari sistema genitalia atau sistema urinaria. Pengetahuan dasar yang baik ini akan sangat mendukung penegakkan diagnosis dengan baik dan penatalaksanaan yang sesuai dengan keadaan pasien.

Dalam bab II tinjauan pustaka akan dibahas mengenai anatomi, histologi sistem urogenitalia dan fisiologi mikturisi. Selain itu juga akan dikemukakan mengenai beberapa penyakit menular seksual yang sering ditemukan. Sebagai analisis untuk membenarkan hipotesis berdasarkan tunjauan pustaka, pada bab III akan dibahas mengenai korelasi dari masing-masing gejala dan tanda yang dikeluhkan dan ditemukan pada pasien dalam skenario dalam patogenesis serta patofisiologinya.

B. RUMUSAN MASALAH

Skenario 1 (Penyakit Menular Seksual)

Seorang pria usia 25 tahun, belum menikah, bekerja sebagai sales obat datang dengan keluhan keluar duh tubuh purulenta dari orificium urethra eksternum disertai inflamasi dan disuria. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri pada kelenjar limpo nodi inguinalis dextra et sinistra dan badan demam. Sebelumnya tiga hari yang lalu, pasien berhubungan dengan wanita tuna susila dan berhubungan setiap satu bulan sekali dengan WTS selama enam bulan ini.

Dari skenario tersebut, maka timbul beberapa rumusan masalah berupa:

1. Bagaimanakah anatomi, histologi dan fisiologi sistem urogenitalia bagian bawah?

2. Penyakit menular seksual apa sajakah yang timbul dengan gejala dan tanda seperti pasien?

3. Pemeriksaan apa sajakah yang diperlukan guna menegakkan diagnosis?

4. Bagaimanakah penatalaksanaan, prognosis dan komplikasi?

C. TUJUAN

1. Menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi sistem urogenitalia.

2. Menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit menular seksual, gangguan berkemih dan gangguan berkemih kasus bedah.

3. Menjelaskan penyebab dan faktor risiko gangguan sistem urogenital.

4. Menjelaskan metode penegakkan diagnosis pada penyakit sistem urogenital.

5. Menentukan pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosis penyakit sistem urogenital.

D. MANFAAT

1. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi penyakit sistem urogenital.

2. Mengetahui prosedur penegakkan diagnosis pada penyakit sistem urogenital.

3. Mengetahui prognosis dan penatalaksanaan penyakit sistem urogenital.

E. HIPOTESIS

Hipotesis untuk kasus skenario kali ini adalah:

Manifestasi klinis pada penyakit menular seksual terutama pada laki-laki akan mempengaruhi proses miksi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Sistem Urogenitalia

Sistem urogenitalia terdiri dari organ urinaria yang terdiri atas ginjal beserta salurannya, ureter, buli-buli dan uretra. Sedangkan organ reproduksi pada pria terdiri atas testis, epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, prostat dan penis. Kecuali testis, epididimis, vas deferens dan uretra, sistem urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindung oleh organ lain yang melindunginya. (Purnomo, 2008)

Pada uretra terdapat dua buah sfingter yaitu sfingter uretra eksterna dan interna di mana sfingter uretra interna bekerja di bawah sadar sedangkan sfingter uretra eksterna tidak. Maka ketika proses miksi, sfingter uretra interna inilah yang berfungsi untuk menahan keluarnya urin. Uretra terdiri atas uretra posterior dan uretra anterior. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada uretra anterior dibungkus oleh korpus spongiosum penis, terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa navikularis dan meatus uretra eksterna. (Purnomo, 2008)

Pada bagian inferior buli-buli di depan rectum dan membungkus uretra posterior terdapat suatu kelenjar yang dinamakan kelenjar prostat. Di bagian skrotum pada pria terdapat sebuah organ genitalia terdapat testis yang dibungkus oleh jaringan tunika albugenia. Epididimis pada organ genitalia pria terdiri atas caput, corpus dan cauda epididimis. Sedangkan deferens berbentuk tabung kecil bermula dari kauda epidimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di uretra posterior. Di dasar buli-buli dan di sebelah cranial kelenjar prostat terdapat vesikula seminalis. Penis terdiri atas tiga buah corpora berbentuk silindris yaitu 2 buah corpora cavernosa dan sebuah corpus spongiosum dan di bagian proksimal terpisah menjadi dua sebagai crus penis. Setiap crus penis dibungkus oleh ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada rami osis ischii. (Purnomo, 2008)

Histologi Sistem Urogenitalia

Uretra

Uretra pria terdiri atas 4 bagian yaitu pars prostatika, pars memnraosa, pars bulosa dan pars pendulosa. Pada bagian disatal dan dorsal pars prostatika terdapat peninggian disebut verumontanum. Pars prostatika dilapisi epitel transisional. sedangkan pada pars membranosa yang panjangnya hanya 1 cm dilapisi epitel berlapis atau bertingkat silindris, di sekelilingnya terdapat sfingter otot rangka yakni sfingter uretra eksterna. Pada pars bulbosa dan pendulosa yang terletak di korpus spongiosum akan dilapisi oleh eptel bertingkat dan silindris dengan daerah epitel gepeng dan berlapis. Di sepanjang uretra terdapat kelenjar Littre dan langsung terhubung dengan lapisan epitel uretris namun sebagian kelenjar lainnya memiliki duktus ekskretorius. Pada wanita uretra panjangnya 4-5 cm dilapisi epitel gepeng berlapis dan memiliki area dengan epitel silindris bertingkat. Pada bagian tengah uretra dikelilingi sfingter lurik volunteer eksterna. (Dany, 2007)

Testis

Pada testis pria akan dijumpai tubulus seminiferus yang terpendam dalam dasar jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh darah dan limfe, saraf dan sel interstisial (Leydig). Tubulus seminiferus ini akan menghasilkan sel kelamin pria yaitu spermatozoa, sedangkan sel Leydig mengekskresikan androgen testis. (Dany, 2007)

Penis

Komponen utama penis adalah tiga massa silindris dari jaringan erektil dan uretra yang terbungkus kulit. Dua di antara silinder-silinder ini terletak di dorsal, yaitu korpus kavernosum penis. Sedangkan lainnya yaitu korpus kavernosum uretra atau korpus spongiosum terletak di ventral. Pada penis terdapat kelenjar Littre yang mengekskresikan lendir. Sebagian besar uretra penis dilapisi oleh epitel bertingkat silindris, namun epitel ini berubah menjadi epitel berlapis gepeng di glans penis. (Dany, 2007)

Fisiologi Mikturisi

Setelah dibentuk oleh ginjal, urin akan didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih dapat menampung 250 sampai 400 ml. Mikturisi atau berkemih diatur oleh dua mekanisme yaitu reflek berkemih dan kontrol volunteer. Reflek berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Semakin besar peregangan dinding kandung kemih, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Kontrol refleks dan kontrol volunteer akan menyebabkan perbedaan gerakan sfingter uretra eksterna. Secara skematis, fisiologi mikturisi adalah sebagai berikut:

Kontrol Refleks:

Kandung kemih terisi à reseptor regang à saraf parasimpatis à kandung kemih à kandung kemih berkontraksi à sfingter uretra interna secara mekanis terbuka sewaktu kandung kemih kontraksi.

Kontrol Volunter:

Korteks serebrum à neuron motorik à sfingter uretra eksterna membuka saat neuron motorik terinhibisi, sfingter uretra eksterna tetap tertutup saat neuron motorik teregang.

(Santoso, 2001)

Berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Bila isi kandung kemih terus bertambah, masukan refleks dari reseptor regang juga semakin meningkat akhirnya masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter uretra eksterna menjadi sedemikian kuat sehingga tidak lagi dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunteer, yang mengakibatkan sfingter melemas dan kandung kemih secara tidak terkontrol dikosongkan. (Santoso, 2001)

Penyakit Menular Seksual

Penyakit kelamin adalah penyakit yang penularannya terutama melalui hubungan seksual (Daili, 1999), meskipun pada sebagian kasus ditularkan tidak melalui kontak seksual, contohnya memakai handuk yang sama dengan penderita.

Contoh penyebab PMS:

No

Penyebab (bakteri)

Penyakit

1

N. gonorrhoeae

uretritis, epididimitis, servisitis, proktitis, faringitis, konjungtivitis, bartholinitis.

C. trachomatis

M. hominis

U. urealyticum

uretritis, epididimitis, servisitis, proktitis, salpingitis, limfogranuloma venerum (hanya C. trachomatis)

T. pallidum

sifilis

G. vaginalis

vaginitis

D. granulomatis

granuloma inguinale

(Daili, 1999)

Gonore

Gonore dalam arti luas mencakup semua penyakit yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae. Pada umumnya penularannya melalui hubungan kelamin yaitu secara genito-genital, orogenital, dan ano-genital. Tetapi disamping itu secara manual melalui alat-alat, pakaian, handuk, thermometer, dan sebagainya. Oleh karena itu dikenal gonore genital dan gonore ekstra genital. (Daili, 1999)

Gambaran klinis dan komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia. Kelainan yang timbul pada pria biasanya adalah uretritis, tysonitis, parauretritis, littritis, cowperitis, prostatitis, vesikulitis, vas deferenitis, epididimitis, dan trigonitis. Sedangkan pada wanita adalah uretritis, servisitis, bartholinitis, salpingitis, proktitis, orofaringitis, konjungtivitis, dan gonore diseminata. (Daili, 1999)

Pada sediaan langsung dengan pewarnaan Gram akan ditemukan gonokok negatif-Gram, intraselular dan ekstraselular. (Daili, 1999)

Limfogranuloma venerium (LGV)

LGV adalah penyakit venerik yang disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, efek primer biasanya cepat hilang, bentuk yang tersering adalah sindrom inguinal. Sindrom tersebut berupa limfadenitis dan periadenitis beberapa kelenjar getah bening inguinal medial dengan kelima tanda radang akut dan disertai gejala konstitusi, kemudian akan mengalami perlunakan yang tak serentak. (Djuanda, 1999)

Gejala konstitusi sebelum penyakitnya mulai dan biasanya menetap selama sindrom inguinal. Gejala tersebut berupa malaise, nyeri kepala, artralgia, anoreksia, nausea, dan demam. Gambaran klinisnya dapat dibagi menjadi bentuk dini, yang terdiri atas efek primer serta sindrom inguinal, dan bentuk lanjut satu tahun hingga beberapa tahun. (Djuanda, 1999)

Pada gambaran darah tepi biasanya leukosit normal, sedangkan LED meninggi. Peninggian ini menunjukkan keaktifan penyakit, jadi tak khas untuk LGV, lebih berarti untuk menilai penyembuhan, jika menyembuh LED akan menurun. Sering terjadi hiperproteinemia berupa peninggian globulin, sedangkan albumin normal atau menurun, sehingga perbandingan albumin-globulin menjadi terbalik. Immunoglobulin yang meninggi adalah IgA dan tetap meninggi selama penyakit masih aktif, sehingga bersama-sama dengan LED menunjukkan keaktifan penyakit. (Djuanda, 1999)

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario kali ini didapatkan informasi: seorang pria (25 th), belum menikah, sales obat, datang dengan keluhan keluar duh tubuh purulenta dari orificium uretra externum, disertai inflamasi (badan panas, nyeri pada kelenjar limfonodi inguinalis dextra et sinistra) dan disuria. Dari anamnesis didapatkan: terakhir kali berhubungan seks adalah tiga hari yang lalu dengan wanita tuna susila, kebiasaan ini dilakukan satu bulan sekali selama enam bulan terakhir. Didapatkan riwayat penyakit sebelumnya: pernah menderita penyakit dengan gejala yang sama, diobati ,dan sembuh dengan sekali pengobatan.

Setelah membaca skenario di atas, pembahasan kita kali ini akan mengarah ke penyakit menular seksual (PMS). Pada kasus PMS, anamnesis yang harus kita gali adalah meliputi kapan terakhir berhubungan seks, siapa pasangan dalam berhubungan seks, riwayat marital, riwayat sosial ekonomi, dan mobilitas. Seperti telah disebutkan sebelumnya, penderita belum menikah dan berganti-ganti pasangan seks enam bulan terakhir. Hal ini semakin menguatkan dugaan bahwa penderita kemungkinan tertular PMS melaui hubungan seks. Pekerjaan pasien yang merupakan sales obat menggambarkan mobilitas penderita yang tinggi dan ada kemungkinan dari kelas menengah ke bawah.

PMS dapat digolongkan menjadi dua berdasarkan tandanya, yaitu: adanya ulkus atau pun duh tubuh purulenta. Contoh PMS dengan ulkus adalah ulkus mole, ulkus durum, syphilis, chancroid, herpes genitalis, dan kondiloma akuminata. Sedangkan contoh PMS dengan duh tubuh purulenta adalah gonorhoe dan clamydiasis. Pada kasus kali ini dikatakan bahwa keluar duh tubuh purulenta dari orificium uretra eksternum. Disebutkan bahwa penderita berhubungan seks terakhir kali pada tiga hari yang lalu. Pada penyakit gonorrhoeae, masa tunasnya sangat singkat yaitu 1-14 hari. Sedangkan pada lymphogranuloma venereum (LGV), penyakit yang disebabkan oleh C. trachomatis, masa tunasnya lebih panjang yaitu dapat mencapai 721 hari. Dari hal ini kita dapat mengerucutkan permasalahan kepada infeksi N. gonorrhoeae karena pada kasus ini didapatkan masa tunas yang singkat sampai akhirnya menimbulkan gejala.

N. gonorrhoeae menyerang mukosa dan menghasilkan protease IgA1 yang dapat menginaktifkan s IgA1 sehingga mengganggu proses perlekatan IgA pada antigen. N. gonorrhoeae melekat pada epitel kolumner maupun transisional lalu masuk ke dalam jaringan pengikat sub epitel melalui sel ataupun melalui celah antar sel. Setelah itu terjadi perpindahan protein I gonokokus ke sel host lalu lipoolingosakarida gonokokus merangsang pembentukkan TNF. Fragmen peptidoglikan N. gonorrhoeae adalah toksik untuk mukosa dan menyebabkan reaksi inflamasi. Gonokokus berinteraksi dengan IgM lalu melawan antigen lipooligosakarida dengan mengeluarkan faktor kemotaksis C5a dan kompleks penyerang C5b-C9 yang menyerang membran luar dari gonokokus yang mengakibatkan lisisnya gonokokus (Holmes, 1999).

Penderita mengalami reaksi inflamasi kemungkinan akibat fragmen peptidoglikan N. gonorrhoeae. Tandanya berupa badan panas dan nyeri kelenjar limfonodi inguinal. Suhu pasien menjadi meninggi karena terjadinya reaksi inflamasi pada tubuh pasien sehingga sistem pertahanan tubuh berupa lekosit, makrofag, dan sel mast akan bekerja. Apabila sel-sel tersebut melakukan fagositosis, sel tersebut akan mengeluarkan IL-1 ke dalam cairan tubuh dan disebut pirogen endogen. IL-1 menginduksi pembentukan prostaglandin yang akan menstimulus hipotalamus sebagai pusat termoregulator untuk meningkatkan temperatur tubuh dan terjadilah demam. Ketika terjadi reaksi inflamasi, permeabilitas kapiler akan meningkat supaya sel-sel PMN dapat masuk ke jaringan. Tetapi banyak fibrinogen beku yang menyumbat saluran limfe dan sela-sela jaringan, sehingga pembuluh limfe tersumbat. Penyumbatan ini memiliki tujuan mencegah penyebaran kuman secara hematogen. Hal inilah yang menyebabkan limfonodi membengkak dan terasa nyeri. Apabila reaksi inflamasi telah berakhir, bekuan fibrinogen akan mencair dan di absorbsi (Rukmono, 1973). Uretritis merupakan manifestasi utama yang timbul pada gonorrhoeae. Disuria yang terjadi disini dapat disebabkan rasa nyeri akibat peradangan pada uretra maupun akibat rasa sakit pada vesica urinaria pada saat berkemih sehingga proses berkemih terganggu. Duh tubuh purulenta terjadi karena ketika terjadi proses inflamasi, sel-sel PMN akan mendatangi tempat terjadinya inflamasi.

Pada kasus ini, diagnosis belum dapat ditegakkan sebelum dilakukan pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan dengan sampel darah.

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

· Working diagnosis mengarah kepada pernyataan bahwa penderita adalah suspek gonorrhoeae dengan pertimbangan keluarnya duh tubuh purulenta, masa inkubasi yang cukup singkat, adanya tanda-tanda inflamasi, dan berganti-ganti pasangan seks.

· Prognosis dari penderita diatas adalah penyakit yang diderita tidak mengancam kehidupan, dapat sembuh dengan pengobatan yang tepat, dan tidak merusak fungsional tubuh.

B. SARAN

· Untuk menegakkan diagnosis, disarankan melakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan mikroskopis dan pemeriksaan biakan dari bahan darah.

· Untuk mengurangi insidensi PMS disarankan menghindari berganti-ganti pasangan seksual, pelacuran, kontak dengan orang yang menunjukkan gejala atau lesi, kontak genital dengan luka mulut, penggunaan kondom atau diafragma.

DAFTAR PUSTAKA

Daili, S. F. 1999. Gonore dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Daili, S. F. 1999. Infeksi Genital Nonspesifik dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Djuanda, A. 1999. Limfogranuloma Venerium dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Holmes, K. K. 1999. Infeksi Gonokokus dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 2 edisi 13. Jakarta: EGC.

Junqueira, Luiz Carlos; alih bahasa, Jan Tambayong; editor edisi bahasa Indonesia, Frans Dany.2007. Histologi Dasar: teks dan atlas. Jakarta: EGC

Purnomo, Basuki B.2008. Dasar-dasar UROLOGI cetakan keempat. Jakarta: Sagung Seto

Sherwood, Lauralee; alih bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Beatricia I. Santoso.2001. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem.Jakarta: EGC