19.6.09

Hipertensi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Jantung merupakan suatu organ tubuh yang memegang peranan sangat penting dalam keseimbangan tubuh manusia. Jantung memiliki peranan dalam memompa darah ke seluruh tubuh dan paru-paru. Jantung sendiri memiliki beberapa bagian lagi yang memiliki fungsi masing-masing. Jika salah satu atau sebagian kecil dari bagian jantung tersebut mengalami kelainan, maka kerja jantung dalam memompa darah dan mengatur sirkulasi darah ke seluruh jaringan di dalam tubuh kelak akan turut terganggu. Maka, pengetahuan yang baik mengenai jantung perihal fisiologi dan keadaaan patologinya perlu dikuasai oleh seorang dokter guna dapat memberikan tatalaksana serta edukasi terbaik bagi pasien.

Pada tinjauan pustaka penulis akan menjelaskan mengenai fisiologi tekanan darah dan hipertensi. Di samping itu, pada pembahasan akan dibahas mengenai patofisiologi masing-masing gejala dan tanda dalam kasus kali ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam skenario ini, penulis mendapatkan satu pokok permasalahan yaitu:

“Bagaimanakah hubungan patofisiologi satu gejala dengan gejala lainnya?

C. HIPOTESIS

Pada kasus skenario 3 ini, penulis menuliskan hipotesis sebagai berikut:

“Manifestasi yang timbul pada pasien merupakan komplikasi dari hipertensi.”

D. TUJUAN

1. Memahami fisiologi pengaturan tekanan darah.

2. Mengetahui patofisiologi hipertensi, takikardi, bising pansistolik dan hipertrofi ventrikel.

3. Mengetahui komplikasi hipertensi pada organ selain jantung dan pembuluh darah.

E. MANFAAT

Manfaat dari penulisan laporan ini adalah penulis memahami bagaimana pengaturan tekanan darah secara fisiologis dan akibat dari hipertensi pada keseimbangan tubuh.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. FISIOLOGI TEKANAN DARAH

Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah secara langsung adalah cardiac output (curah jantung) dan resistensi perifer total. Secara konsta tekanan arteri rata-rata dipantau oleh baroreseptor dan kemoreseptor. Reseptor terpenting dalam pegaturan tekanan darah adalah sinus caroticus dan baroreseptor. Dalam kondisi normal, peningkatan tekanan darah akan mempercepat pembentukan potensial aksi di neuron aferen baroreseptor sinus caroticus dan lengkung aorta. Melalui pemebentukan potensial aksi ini pusat kontrol kardiovaskular mengurangi aktivitas simpatis da meningkatkan aktivitas parasimpatis dan akan menurunkan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup, merangsang vasodilatasi arteriol dan vena sehingga curah jantung dan resistensi perifer turun. Hasil akhirnya adalah tekanan darah kembali normal. (Pendit, 2001)

B. HIPERTENSI

Hipertensi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak ditemui. Namun 90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebab dasarnya dan disebut sebagai hipertensi esensial. Kemungkinana penyebab hipertensi esensial adalah defek pada penanganan garam, kelainana membran plasma, tekanan fisik pada pusat kardiovaskular oleh arteri di atasnya, zat mirip digitalis endogen dan perubahan pengaturan EDRF/NO atau zat kimia vasoaktif kerja lokal. Selain hipertensi esensial juga terdapat hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya dan hampir semua didasarkan pada dua mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan gangguan fungsi ginjal. (Tagor, 2003; Pendit, 2001)

Adapun faktor risiko hipertensi adalah diet dan asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok dan genetik serta adanya tonus saraf simpatis, variasi diurnal saraf simpatis, keseimbangan modulator vasodilatasi dan vasokonstriksi maupun pengaruh sistem otokrin setempat pada sistem renin angiotensi aldosteron. Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan organ target yang umum dijumpai yaitu jantung, otak, ginjal, arteri perifer dan retinopati. (Yogiantoro, 2006; Pendit, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

Pada skenario ini, didapatkan seorang pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan gejala berupa batuk berdahak warna merah muda, berdebar-debar, sukar tidur, kencing berkurang, kedua kaki tidak membengkak. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa tekanan darah pasien dalam kategori hipertensi, takikardi, respiratory rate meningkat (hiperventilasi), suhu badan normal, JVP tidak meningkat, ictus cordis bergeser ke lateral bawah, batas jantung kanan dalam batas normal, intensitas bunyi jantung I meningkat, bunyi jantung II normal, ditemukan bising pansistolik di apeks menjalar ke lateral, gallop positif, pada paru ditemukan ronkhi basah basal halus, tidak ditemukan hepatomegali dan ascites.

Pemeriksaan lab menunjukkan hasil Hb dalam batas normal, serum ureum meningkat, serum kreatinin normal. Pemeriksaan EKG menunjukkan hipertrofi atrium kiri dan ventrikel kiri. Hasil foto thorax menunjukkan kardiomegali, apeks bergeser ke lateral bawah, pinggang jantung menonjol, vaskularisasi paru meningkat. Pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik terkompensasi.

Hipertensi berarti merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan tekanan arteri sehingga akan memacu jantung untuk meningkatkan kerjanya guna mempertahankan curah jantung yang sama dengan keadaan ketika tekanan arteri normal. Peningkatan kerja jantung ini dilakukan dengan meningkatkan jumlah denyut jantung sehingga heart rate akan meningkat. Peningkatan kerja jantung menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri sebab yang bertanggung jawab memompakan darah ke seluruh tubuh melalui aorta kemudian ke arteri dan cabang-cabangnya adalah ventrikel kiri.

Ketika terjadi gangguan relaksasi ventrikel kiri dan hipertrofi ventrikel kiri, jantung melakukan kompensasi dengan pengisian cepat atrium kiri sehingga timbul gallop pada pemeriksaan fisik. Pada waktu yang bersamaan, tubuh juga akan melakukan kompensasi lainnya dengan melalui mekanisme rangsangan simpatis dan peningkatan aktivasi renin angiotensin aldosteron (RAA). Ketika sistem RAA teraktivasi, maka terjadi peningkatan aldosteron yang meningkatkan retensi natrium dan kemudian memacu Frank-Starling sehingga terjadi peningkatan volume diastolik melalui vasokonstriksi sehingga meningkatkan aliran balik vena. Retensi natrium juga diikuti dengan retensi air, sehingga urin juga akan berkurang. Aktivasi RAA akan menyebabkan hiperfusi renal yang mengakibatkan terjadinya perubahan laju filtrasi glomerulus dan terjadi peningkatan retensi ureum dan kreatinin sehingga serum ureum meningkat namun serum kreatinin tidak meningkat selamanya dan akan kembali normal kemudian.

Peningkatan volume diastolik akan menyebabkan hipertrofi atrium kiri. Hipertrofi pada ventrikel dan atrium kiri ini terlihat dengan keadaan pinggang jantung yang menonjol dan apeks bergeser ke arah lateral bawah karena adanya perubahan besar jantung. Hipertrofi ini juga menyebabkan dilatasi katup mitralis yang terletak di antara atrium dan ventrikel kiri sehingga menyebabkan insufisiensi katup yang menyebabkan regurgitasi darah dari ventrikel ke atrium ketika fase sistolik. Regurgitasi ini kemudian terdengar sebagai bising pansistolik saat pemeriksaan fisik jantung. Ketika fase sistolik katup mitralis dan tricuspidalis akan menutup. Akibat adanya regurgitasi darah saat sistolik, maka intensitas bunyi jantung I meningkat.

Ketika jantung melakukan kompensasi dengan kerja lebih keras, sel-sel ototnya yang membutuhkan oksigen dalam proses metabolisme aerob, lama kelamaan akan sampai pada fase di mana ambang batas oksigen sudah tercapai namun kebutuhan energi masih terus berlanjut. Hal ini akan menyebabkan sel-sel otot jantung melakukan metabolisme anaerob yang kemudian menghasilkan asam laktat sebagai salah satu produk sampingannya. Produksi asam laktat menyebabkan peningkatan kadar ion hidrogen di dalam tubuh dan menjadikan tubuh menjadi dalam keadaan asidosis metabolik. Untuk mengembalikan pH tubuh ke keadaan normal, maka tubuh melakukan kompensasi dengan sistem buffer tubuh dan dilanjutkan dengan mekanisme hiperventilasi agar CO2 dapat berkurang lebih cepat ketika sistem buffer sudah mencapai titik jenuhnya. Kompensasi akan terus berlangsung hingga pH tubuh kembali normal oleh pernapasan dan ginjal kecuali jika terjadi gagal ginjal sebab ginjal merupakan lini terakhir setelah pernapasan. Kompensasi ini juga akan mengurangi eksresi bikarbonat melalui urin dan meningkatkan eksresi ion hidrogen. Hal ini menyebabkan jumlah kalium yang dikeluarkan akan berkurang, sehingga kalium dalam tubuh meningkat dan mengakiabtkan hipereksitasi salah satunya pada otot jantung sehingga jantung berdebar-debar.

Karena terjadi insufisiensi katup mitral, maka volume darah pada fase sistolik di atrium kiri akan bertambah dibanding pada keadaan normal. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan atrium kiri yang menimbulkan peningkatan tekanan vena pulmonalis dan kapiler paru. Peningkatan tekanan ini menyebabkan tekanan hidrostatik kapiler paru lebih tinggi daripada tekanan onkotik paru. Akibatnya terjadi transudasi cairan dari kapiler paru ke jaringan interstisial yang menyebabkan perfusi jaringan sehingga pmenyebabkan edema paru. Edema paru ini mendesak bronkus dan menyebabkan lumen bronkus menjadi menyempit sehingga menyebabkan sesak napas yang mengganggu sehingga menjadi sukar tidur dan cairan yang masuk ke dalam alveolus akan menyebabkan timbulnya suara bising berupa ronkhi basah basal halus. Transudasi cairan dari kapiler paru ke jaringan interstisial paru dapat pula diikuti dengan transudasi sel-sel darah ke jaringan interstisial yaitu alveolus dan dibatukkan sehingga timbul manifestasi batuk berdahak berwarna merah muda.

Pada waktu berikutnya, edema paru menimbulkan kompensasi tubuh berupa peningkatan beban jantung kanan dan menyebabkan hipertrofi jantung kanan dan pada akhirnya terjadi gagal jantung kanan dan meningkatkan JVP serta kongesti visera abdomen dan edema jaringan lunak akibat terjadinya bendungan vena sistemik. Namun, pada kasus ini gagal jantung kanan belum terjadi sehingga JVP tidak meningkat, tidak terjadi hepatomegali, ascites dan bengkak ekstremitas bawah.

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

v Manifestasi klinis yang ditemukan merupakan komplikasi pada jantung sebagai kompensasi tubuh pada keadaan hipertensi, namun belum sampai mengakibatkan komplikasi pada ginjal dan otak.

B. SARAN

v Menatalaksana hipertensi dengan melakukan perubahan pola hidup dan pemberian obat dengan efek diuretik, penghambat adrenergik, antagonis kalsium, vasodilator langsung, penghambat RAA atau kombinasi. Namun pemberian diuretik perlu dipertimbangkan mengingat pasien dalam keadaan asidosis.

DAFTAR PUSTAKA

Gray, Huon H. et. al.; alih bahasa: Azwar Agus dan Asri dwi R.2005.Lecture Notes Kardiologi edisi keempat.Surabaya: Erlangga

Karim, Sjukri dan Kabo, Peter.2007.EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung untuk Dokter Umum Cetakan ke-8.Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mansjoer, Arif, dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama.Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M; alih bahasa:Brahm U. Pendit.2005.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. EGC: Jakarta

Rilantono, et al.2003.Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: FKUI

Robbins, Stanley L, et.al.; alih bahasa, Brahm U. Pendit.2007.Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 2.Jakarta: EGC

Sherwood , Lauralee; alih bahasa Brahm U. Pendit.2001.Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi Kedua.Jakarta: EGC

Tagor, GM.H.2003.”Hipertensi Esensial” dalam Buku Ajar Kardiologi.Jakarta: FKUI

Yogiantoro, Mohammad.2006.”Hipertensi Esensial” dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: FKUI