19.6.09

Sepsis

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Didapatkan seorang pasien laki-laki usia 45 tahun dengan keadaan tidak sadar dibawa oleh keluarganya ke rumah sakit. Berdasarkan hasil aloanamnesis diperoleh data bahwa pasien pernah berdomisili di pelabuhan di wilayah Papua. Tanda dan gejala yang dikeluhkan berupa demam tanpa sebab yang jelas, membaik setelah meminum obat flu, badan terasa tidak enak serta pernah mengalami kejang. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan kedaan pasien yang hipotensi, takikardi, takipneu, febris kesadaran dalam kategori stupor, terdapat plaque putih dalam rongga mulut serta infiltrat di apex paru kanan. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan keadaan leukositosis namun haemoglobin dan trombosit normal. Hasil pemeriksaan mikroskopis darah didapatkan kuman gram negatif coccus. Pemeriksaann sedimen urin tidak menunjukkan adanya kelainan. Pemeriksaan kultur darah dan urin masih menunggu hasil.
Berdasarkan data di atas, memberikan kecurigaan adanya kejadian infeksi berupa meningitis, malaria, penumonia, HIV, tifus dan penyakit infeksi lainnya. Kejadian infeksi di atas tersebut dapat dijadikan diagnosis banding pada kasus ini. Beberapa diagnosis banding dari infeksi penyakit tersebut dapat berlanjut menjadi suatu bentuk komplikasi berupa keadaan sepsis dengan gambaran keadaan pasien seperti dalam skenario di paragraf pertama.
Sepsis adalah suatu sindroma klinik dimana akhir-akhir ini sangat populer. Kondisi ini umumnya terjadi sebagai komplikasi dari penyakit lain yang berat yaitu keganasan, sirosis hati, diabetes, payah ginjal, pasien yang terbaring lama, pasien yang mendapatkan pengobatan sitotoksik, serta pasien yang memakai kateter dan nasogastric tube. Penyebab tersering dari sepsis ini adalah infeksi gram negatif, infeksi gram positif, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur. Oleh karena itu, untuk lebih memahami sepsis berikut ini akan dipaparkan dalam tinjauan pustaka mengenai definisi, epidemiologi dan etiologi sepsis. Disertai dengan patofisiologi, patogenesis, manifestasi klinik, prognosis dan komplikasi yang dapat terjadi pada keadaan sepsis. Selain itu juga akan dibahas mengenai penegakkan diagnosis pada keadaan sepsis dan terapi yag dapat dilakukan pada pasien dalam keadaan sepsis.

B. RUMUSAN MASALAH
“Bagaimanakah menegakkan diagnosis untuk keadaan sepsis dan bagaimanakah penatalaksanaannya?”

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui keadaan patologis karena infeksi mikroorganisme yang dapat berlanjut menjadi keadaan sepsis.

Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi sepsis.
2. Mengetahui agen infeksius penyebab sepsis.
3. Mengetahui cara penegakkan diagnosis sepsis serta terapi yang harus dilakukan.

Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah bertambahanya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari keadaan sepsis.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Berdasarkan istilahnya, sepsis berarti adanya mikroorganisme patogen atau toksinnya di dalam darah atau jaringan lain. Dapat dikatakan sepsis apabila ada suatu infeksi yang dicurigai atau terbukti dengan adanya tanda-tanda SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome). SIRS adalah suatu respon klinis terhadap proses infeksi atau non-infeksi yang ditandai dengan minimal dua dari keadaan berikut (salah satunya harus temperatur atau jumlah lekosit yang abnormal) : suhu ≥38,5 ºC atau <36 ºC, takikardi atau bradikardi, takipneu, dan lekositosis, lekopenis atau hitung jenis bergeser ke kiri (netrofil imatur > 10). Jadi, sepsis adalah SIRS dengan dugaan infeksi. (Dorland, 2002; PAPDI, 2006; Anonim, 2008)

EPIDEMIOLOGI
Shock akibat sepsis terjadi karena adanya respon sistemik pada infeksi yang serius. Walaupun insiden shock sepsis ini tak diketahui namun beberapa tahun terakhir ini cukup tinggi. Hal ini disebabkan cukup banyak faktor predisposisi untuk terjadinya sepsis antara lain diabetes melitus, sirosis hati, alkoholismus, leukemia, limfoma, keganasan, obat sitotoksis dan imunosupresan, nutrisiparenteral dan sonde, infeksi traktus urinarius dan gastrointestinal.(Iskandar, 2002)

ETIOLOGI
Sepsis dapat terjadi akibat adanya infeksi mikroorganisme di bagian tubuh manapun. Penyebab sepsis adalah infeksi bakteri gram negatif dengan prosentase 60-70% kasus yang dapat menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun. Produk ini yang akan menimbulkan pelepasan mediator inflamasi berupa LPS (lipopolisakarida). Contoh bakteri gram negatif yang dapat menyebabkan sepsis adalah pseudomonas auriginosa, klebsiella, enterobakter, echoli, proteus, dan lain-lain.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006; Smith, 2006)
Selain itu, infeksi bakteri gram positif juga dapat menyebabkan sepsis dengan prosentase kejadian kasus sebesar 20-40%. Contohnya adalah stafilokokus aureus, stretokokus dan pneumokokus. Infeksi jamur dan virus dengan angka kejadian sebesar 2-3% juga dapat menyebabkan sepsis. Diantaranya seperti dengue hemorrhagic fever, virus herpes, protozoa penyebab malaria seperti Plasmodium falciparum. Sedangkan pada kultur yang sering ditemukan adalah pseudomonas, disusul oleh stapilokokus dan pneumokokus.(Iskandar, 2002; PAPDI, 2006)

PATOFISIOLOGI
Infeksi sistemik yang terjadi biasanya karena kuman Gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskuler. Endotoksin basil Gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan pintas arteriovena perifer. Selain itu, terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer meyebabkan terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan intravaskular ke interstisial yang terlihat sebagai edema. Pada syok sepsis hipoksia, sel yang terjadi tidak disebabkan oleh penurunan perfusi jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan oksigen karena toksin kuman.(Anonim, 2008)

PATOGENESIS
Terjadinya sepsis dapat melalui dua cara yaitu aktivasi lintasan humoral dan aktivasi cytokines. Lipopolisakarida (LPS) yang terdapat pada dinding bakteri gram negatif dan endotoksinnya serta komponen dinding sel bakteri gram positif dapat mengaktifkan:
• Sistim komplemen
• Membentunk kompleks LPS dan protein yang menempel pada sel monosit
• Faktor XII (Hageman faktor)
Sistem komplemen yang sudah diaktifkan akan merangsang netrofil untuk saling mengikat dan dapat menempel ke endotel vaskuler, akhirnya dilepaskan derivat asam arakhidonat, enzim lisosom superoksida radikal, sehingga memberikan efek vasoaktif lokal pada mikrovaskuler yang mengakibatkan terjadi kebocoran vaskuler. Disamping itu sistem komplemen yang sudah aktif dapat secara langsung menimbulkan meningkatnya efek kemotaksis, superoksida radikal, enzim lisosom. LBP-LPS monosit kompleks dapat mengaktifkan cytokines, kemudian cytokines akan merangsang neutrofil atau sel endotel, sel endotel akan mengaktifkan faktor jaringan PARASIT-INH-1. Sehingga dapat mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah dan disseminated intravascular coagulation (DIC). Cytokines dapat secara langsung menimbulkan demam, perubahan-perubahan metabolik dan perubahan hormonal. Faktor XII (Hageman factor) akan diaktivasi oleh peptidoglikan dan asam teikot yang terdapat pada dinding bakteri gram positif lalu akan meningkatkan pemakaian faktor koagulasi sehingga terjadi DIC. Faktor XII yang sudah aktif akan merubah prekallikrein menjadi kalikrein yang pada akhir perjalanannya akan akan menyebabkan vasodiltasi pembuluh darah. Terjadinya kebocoran kapiler, akumulasi netrofil dan perubahan-perubahan metabolik, perubahan hormonal, vasodilatasi, DIC akan menimbulkan sindroma sepsis.(Iskandar, 2002)

MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinik sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis non spesifik, meliputi demam, menggigil dan gejala konstitutif seperti lelah, malaise, gelisah atau kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan dapat dijumpai pada banyak macam kondisi inflamasi non-infeksius. Tempat infeksi yang paling sering adalah paru-paru, traktus digestivus, traktus urinaris, kulit, jaringan lunak dan saraf pusat. Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk berat atau tidaknya gejala-gejala sepsis yang terjadi.(PAPDI, 2006)
Penderita syok sepsis yang dini mungkin mempunyai peredaran volume darnah ormal, takikardia sedang, kulit berwarna merah jambu dan teraba hangat, tekanan sistolik mendekati normal dan tekanan nadi yang lebar.(Anonim, 2008)
Pada penderita sepsis dapat terjadi gangguan neurologis akibat shock sepsis yang dapat diketahui dengan adanya demam akut, nyeri kepala, mual, muntah, kesadaran dapat menurun mulai dari somnolen sampai koma, defisit neurologik fokal biasanya jarang terjadi, pada keadaan yang berat dapat ditemukan gangguan gerakan okuler, gangguan refleks pupil serta nafas cheynestoke.(Iskandar, 2002)

PROGNOSIS
Perbaikan sepsis lebih tergantung kepada faktor host dari pada virulensi organisme. Angka kematian dapat mencapai 60% untuk pasien dengan masalah kesehatan sebelumnya. Mortalitas lebih berkurang tetapi tetap signifikan pada individu lain tanpa masalah kesehatan. Angka mortalitas lebih dipengaruhi oleh underlying disease, misal pasien sepsis dengan leukemia akut lebih tinggi angka mortalitasnya dari pada pasien sepsis lainnya. (Iskandar, 2002; Smith, 2006)

KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan keadaan sepsis adalah berlanjut menjadi sindrom distress pernapasan akut (ARDS/ adult respiratory disease syndrome), koagulasi intravaskular diseminata (KID), gagal ginjal akut (ARF/acute renal failure), perdarahan usus, gagal hati, disfungsi sistem saraf pusat, gagal jantung maupun kematian.(PAPDI, 2006)







BAB III
PEMBAHASAN

Sepsis merupakan komplikasi dari penyakit lain yang berat seperti disebutkan dalam tinjauan pustaka di atas. Penyebab tersering dari sepsis adalah infeksi gram negatif, kemudian juga dapat disebabkan oleh infeksi gram positif, sedangkan penyebab lain adalah virus dan jamur. Infeksi gram negatif biasanya berasal dari infeksi traktus urinarius, traktus biliaris, traktus digestivus, dari paru dan dapat juga dari infeksi kulit, tulang dan sendi tapi kurang sering. Sepsis akibat bakteri gram positif biasanya berasal dari infeksi kulit, traktus respiratorius, dapat juga berasal dari abses metastase. Sepsis karena jamur oportunistik sering terdapat pada pasein yang mendapatkan pengobatan imunosupresan dan pasien pasca operasi.
Untuk menegakkan diagnosis sepsis, yang diperlukan adalah indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai dan tindak lanjut status hemodinamik. Biasanya pada pengambilan riwayat medis yang cermat, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah rincian apakah pasien pernah terkena paparan hewan, dalam perjalanan, terkena gigitan serangga, atau lingkungan kerja yang berbahaya. Selain itu, pada saat pasien datang perlu diperhatikan pula tanda yang dikeluhkan dan gejala-gejala yang menyertai ketika pasien datang seperti demam atau tanda yang tak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi, hipotensi, oliguria, anuria, perdarahan, hipertemia, takipnea atau hiperpnea dan lain sebagainya seperti yang disebutkan pada bagian manifestasi klinik di dalam tinjauan pustaka. Disesuaikan dengan kondisi pasien pada skenario, maka hal yang menunjukkan adanya dugaan terjadi sepsis adalah adanaya gejala demam tanpa sebab yang pasti, takikardi dan takipneu.
Namun, selain riwayat pasien, diperlukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menemukan adanya dugaan infeksi atau inflamasi yang dapat menyebabkan sepsis. Pemeriksaan fisik dan pengambilan riwayat medis pada pasien dengan dugaan sepsis juga harus disertai dengan pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium yang diharapkan menunjukkan tanda-tanda sepsis adalah berupa leukositosis dengan shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan proteinuria. Dapat juga terjadi leukopenia dan pada penderita diabetes dapat terjadi hiperglikemia disertai dengan lipida serum meningkat. Penemuan hasil laoratorium yang demikian menunjukkan terjadinya sepsis awal yang kemudian dapat berlanjut dengan tanda-tanda trombositopenia memburuk, perpanjangan waktu trombin, dengan penurunan fibrinogen dan keberadaan D-dimer yang menunjukkan DIC. Hiperglikemia kemudian dapat menyebabkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.
Terapi yang perlu dilakukan pada pasien dengan keadaan sepsis terdiri dari tiga prioritas utama terapi sepsis. Pertama adalah stabilisasi pasien langsung. Pada stabilisasi pasien langsung, yang perlu diperhatikan adalah abnormalitas yang dapat membahayakan jiwa (ABC: Airway, Breathing, Circulation). Perubahan status mental dan penurunan kesadaran pasien memerlukan perlindungan terhadap jalan napas agar tidak mengganggi airway penderita.
Kedua merupakan tindakan untuk menyingkirkan mikroorganisme dari darah, yaitu dengan menggunakan antimikrobial. Namun perlu diperhatikan bahwa penggunaan antimikrobial tertentu dapat menyebabkan lebih banyak pelepasan LPS sehingga menimbulkan masalah lebih banyak.
Yang terakhir adalah fokus infeksi awal harus diobati yaitu dengan menghilangkan benda asing, menyalurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik. Kemudian angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jarignan yang gangren.







BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
• Diagnosis kerja pada pasien dalam skenario kali ini adalah pasien dalam keadaan sepsis yang disebabkan karena bakteri gram negatif namun untuk penyebab pasti belum dapat ditegakkan diagnosisnya karena hasil pemeriksaan laboratorium kurang mencukupi dan masih menunggu hasil kultur urin dan darah.
• Terapi yang perlu dilakukan adalah dengan memperhatikan ABC (Airway, Breathing, Circulation) pasien agar tidak terganggu dan menghambat jalan napas. Selain itu, juga perlu dilakukan fokus infeksi awal yang dapat dilakukan pada paru-paru pasien dimana ditemukan adanya infiltrat di apex paru kanan.
• Pemberian antimikrobial yang telah dilakukan diduga merupakan agen mikrobial yang tidak sesuai dan termasuk dalam agen antimikrobial yang dapat meningkatkan pelepasan LPS agen infeksius sehingga demam tidak juga turun dalam waktu 3 hari.

Saran
• Pemeriksaan laboratorium lainnya baik serologis, pemeriksaan darah, urin dan kultur mikroorganisme secara lengkap sangat diperlukan guna menegakkan diagnosis apakah kasus ini merupakan kejadian sepsis atau yang lainnya serta untuk menentukan terapi yang sesuai.
• Pemberian agen antimikrobial perlu memperhatikan jenis mikroorganisme yang menjadi agen infeksius di dalam tubuh pasien agar tidak memperparah keadaan pasien dengan menambah masalah baru karena meningkatnya pelepasan LPS dari agen infeksius.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2008.“Sepsis”. http://en.wikipedia.org/wiki/Sepsis (diakses tanggal 24 Juni 2008)
Anonim.2008.”Syok Sepsis”.http://ilmukedokteran.net/Ilmu-Penyakit-Jantung/Syok-Sepsis.html (diakses tanggal 24 Juni 2008)
Dorland, W.A.N, alih bahasa dr. Huriwati Hartanto, et al. 2002. “Kamus Kedokteran DORLAND Edisi 29”. Jakarta, EGC
Iskandar, Japardi.2002.”Manifestasi Neurologik Shock Sepsis”. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi20.pdf (diakses tanggal 24 Juni 2008)
PAPDI.2006. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III”.Jakarta, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Smith,D.S.2006.“Sepsis”.http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000666.htm (diakses tanggal 24 Juni 2008)