19.6.09

Carsinoma Servix

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kanker leher rahim merupakan kanker kedua terbanyak ditemukan pada wanita di dunia. Kurang lebih 500.000 kasus baru kanker leher rahim terjadi setiap tahun dan tiga perempatnya terjadi di negara berkembang.

Kanker leher rahim adalah kanker yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). Kanker ini biasanya terjadi pada wanita yang telah berumur, tetapi bukti statistik menunjukan bahwa kanker leher rahim dapat juga menyerang wanita yang berumur antara 20 sampai 30 tahun. Kanker ini utamanya menyerang wanita dari kelas menengah kebawah dan mereka yang memiliki akses yang memprihatikan pada perawatan medis rutin. Sehingga pada beberapa negara berkembang yang kebanyakkan bergolongan menengah kebawah, sering terjadi kanker leher rahim bahkan kanker ini merupakan sebab utama kematian. Alasan lainnya karena ketidaktersediaan pemonitoran rutin di berbagai negara berkembang.

Penanggulangan kanker masih merupakan masalah yang cukup berat. Penderita biasa datang dalam keadaan stadium lanjut. Itu beralasan, mengingat pada tahap awal sering tak menampakkan gejala khas. Ketidaktahuan kaum wanita terhadap penanggulangan karsinoma servik tentunya berhubungan dengan keterlambatan untuk memeriksakan kesehatan dirinya terutama kesehatan reproduksi. Oleh karena itu, pengetahuan guna mendeteksi kanker leher rahim ini sangat diperlukan. Maka, pada tinjauan pustaka dan pembahasan laporan ini penulis akan menjelaskan mengenai servik dan etiologi, pemeriksaan, manifestasi klinis serta penatalaksanaan pada kasus karsinoma servik tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

· Apakah yang dimaksud dengan carcinoma cervix?

· Pemeriksaan apa saja yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis carcinoma cervix dan bagaimanakah cara mendeteksi carcinoma cervix secara dini?

· Bagaimanakah gejala dan tanda-tanda yang diperlihatkan pada pasien penderita kanker leher rahim?

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Tujuan Umum

Untuk mengetahui etiologi dan cara deteksi dini terhadap karsinoma servik.

Tujuan Khusus

1. Memahami etiologi karsinoma servik.

2. Mengetahui pemeriksaan yang diperlukan guna mendiagnosis karsinoma servik.

3. Memahami gejala dan tanda yang menuju pada keadaan terdapatnya karsinoma servik pada seseorang.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah bertambahanya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai kanker servik dan keadaan patologis lainnya pada organa genitalia feminina interna dengan manifestasi klinis serupa dengan keadaan skenario ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Yang dimaksud dengan karsinoma adalah pertumbuhan baru yang ganas terdiri dari sel-sel epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan menimbulkan metastasis. Sedangkan yang dimaksud dengan karsinoma servik adalah pertumbuhan sel bersifat abnormal yang terjadi pada servik uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina). (Dorland, 2002; Aziz, 2001)

Karsinoma servik tersering adalah karsinoma sel gepeng (75%), diikuti oleh adenokarsinoma dan karsinoma adenoskuamosa (20%) serta karsinoma neuroendokrin sel kecil (kurang dari 5%). Dengan pengecualian tumor neuroendokrin, yang perilakunya selalu agresif, karsinoma serviks dibagi menjadi derajat 1 hingga 3 berdasarkan diferensiasi sel dan stadium 1 hingga 4 berdasarkan penyebaran klinis.(Price, 2005; Robbins, 2007)

ETIOLOGI

Penyebab langsung karsinoma servik belum diketahui. Faktor ekstrinsik yang diduga berhubungan dengan inisiden karsinoma serviks uteri adalah smegma, infeksi virus Human Papilloma Virus (HPV) dan spermatozoa. Karsinoma serviks uteri timbul di sambungan skuamokolumner serviks. Faktor risiko yang berhubungan dengan karsinoma serviks ialah perilaku seksual berupa mitra seks multipel, paritas, nutrisi, rokok, dll. Karsinoma serviks dapat tumbuh eksofitik, endofitik atau ulseratif. (Mansjoer, 2001)

Yang tergolong wanita risiko tinggi adalah :

1.Kawin/bersenggama pertama kali pads usia di bawah 20

tahun, terutama jika di bawah 16 tahun.

2.Sosial ekonomi yang rendah.

3. Higiene seksual yang tidak baik.

4.Sering ganti pasangan seksual.

5.Sering melahirkan dengan jarak yang pendek.

Yang tergolong pria risiko tinggi adalah :

1.Riwayat adanya kanker penis (alat kelamin).

2.Riwayat kanker leher rahim pada isteri.

3.Sosial ekonomi rendah.

4.Menderita penyakit hubungan seksual, terutama kondiloma

penis

(Sahli, 1992)

PATOLOGI

Karsinoma serviks sering timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang di sebut squamo-columnar junction (SCJ).pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum ,sedang pada wanita >35 tahun,SCJ berada di dalam kanalis serviks.(maka untuk melakukan pap smear yang efektif,yang dapat mengusap zona transformasi,harus dikerjakan skraper dari ayre atau cytobrush sikat khusus.)

Tumor dapat tumbuh :

1. Eksofitik ,mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferasi yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis.

2. Endofitik ,mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjai ulkus.

3. Ulseratif ,mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.

(Prawirohardjo, 2005)

INSIDENS DAN FREKUENSI

Berapa banyakkah insidens kanker serviks di Indonesia? Departemen Kesehatan RI memperkirakan insidensnya adalah 100 per 100.000 penduduk pertahun. Data yang dikumpulkan dari 13 laboratorium patologi-anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa frekuensi kanker serviks tertinggi di antara kanker yang ada di Indonesia maupun di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Ciptomangunkusumo (tabel 1). Jika dilihat penyebarannya di Indonesia terlihat bahwa 92,44% terakumulasi di Jawa-Bali (tabel 2).(Aziz, 2001)

Tabel 1. Jumlah kasus baru kanker serviks di Indonesia (1988-1994,

pathological based).

URUTAN INDONESIA N

1 Serviks 26200

2 Payudara 16642

3 Kulit 11053

4 Nasofarings 8060

5 Kelenjar limfe 7144

6 Ovarium 6955

7 Rektum 6487

8 Tiroid 5254

9 Jaringan lunak 4594

10 Kolon 4277

Tabel 2. Distribusi kanker serviks menurut daerah (pathological registry

base) di Indonesia, 1988-1994.

DAERAH TOTAL %

Medan 262 1.01

Padang 260 1.00

Palembang 511 1.96

Bandung 2,161 8.31

Semarang 2,347 9.02

Yogyakarta 1,205 4.63

Surakarta 1,502 5.77

Surabaya 9,761 37.51

Malang 896 3.44

Denpasar 769 2.96

Makassar 638 2.45

Manado 297 1.14

Jakarta 5,411 20.80

Total 26,020 100.00

MANIFESTASI KLINIS

Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal perdarahan pasacacoitus, perdarahan spontan dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan gejala karena metastasis seperti obstruksi total vesika urinaria. Pada yang lanjut ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksan histologik dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.(Mansjoer, 2001)

DIAGNOSIS

Diagnosis dapat itegakkan berdasarka:

1)Pemeriksaan Pap smear rutin.

2)Kolposkopi.

3)Biopsi dengan/tanpa kolposkopi.

4)Konisasi.

5)Gejala klinik.

Namun diagnosis pasti berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi hasil biopsi atau konisasi. (Sahli, 1992)

PEMERIKSAAN

PapSmearTest.

Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut. Perubahan sel-sel leher rahim yang terdeteksi secara dini akan memungkinkan dilakukannya beberapa tindakan pengobatan sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker. Tes ini hanya memerlukan waktu beberapa menit saja. Dalam keadaan berbaring terlentang, sebuah alat yang dinamakan spekulum akan dimasukan kedalam liang senggama. (Riono, 2002; Pazdur, 2003; Cannistra, 1996; Mansjoer, 2001)

Kolposkopi.

Koloskopi adalah suatu prosedur pemeriksaan rahim dan leher rahim. Dengan memeriksa permukaan leher rahims, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahim seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan memberi warna saluran leher rahim dengan suatu cairan yang membuat permukaan leher rahim yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai. Kemudian dokter akan melihat kedalam saluran leher rahims melalui sebuah alat yang disebut kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi. (Riono, 2002; Anonim, 2004; Mansjoer, 2001)

Servikografi.

Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50 mm. fotografi diambil oleh dokter, perawat,atau tenaga kesehatan lainnya, dan slide (servikogram) dibaca oleh yang mahir dengan kolposkop. Disebut negatif atau curiga jika tidak tampak kelainan abnormal, tidak memuaskan jika SSK tidak tampak seluruhnya dan disebut defek secara. Sebuah kamera khusus yang digunakan untuk mengambil gambar dari servik setelah servik tersebut diberi asam asetat. Kemudian dibawa ke laboratorium untuk dilihat apakah teridentifikasi kanker atau tidak. (Mansjoer, 2001; Anonim, 2006; Sjamsuddin, 2001)

PENATALAKSANAAN

Tingkat Penatalaksanaan

0 Biopsi kerucut; Histerektomi transvaginal

Ia Biopsi kerucut; Histerektomi transvaginal

Ib, IIa Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan

evaluasi kelenjar limfe paraaorta (bila terdapat metastasis

dilakukan radioterapi pasca pembedahan)

IIb, III dan IV Histerektomi transvaginal

IVa dan IVb Radioterapi

Radiasi paliatif

Kemoterapi

(Mansjoer, 2001)

PENGOBATAN

Pengobatan prakanker atau kanker tergantung dari tingkat penyakitnya. Pada prakanker pengobatan dari sekadar destruksi lokal misalnya kauterisasi sampai dengan pengangkatan rahim sederhana (histerektomia). Sedang pada kanker invasif umumnya pengobatan adalah operasi, radiasi, kemoterapi atau kombinasi. Operasi dilakukan pada stadium awal (Ia-IIa), radiasi dapat diberikan pada stadium awal atau lanjut tetapi masih terbatas di panggul, sedang kemoterapi diberikan pada stadium lanjut dan sudah menyebar jauh atau dapat diberikan bila terjadi residif atau kambuh. (Aziz, 2001)

PROGNOSIS

Prognosis setelah pengobatan kanker servik akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini. Tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai 85% untuk stadium I, 50-60% untuk stadium II, 30% untuk stadium III, dan 5-10% untuk stadium IV.9 Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respons terhadap pengobatan. 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histeroktomi dan memeiliki resiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah histeroktomi radikal terjadi 80% rekurensi dalam 2 tahun. (Mansjoer, 2001)

PENCEGAHAN

v Jauhi rokok.

v Penggunaan vaksin Gardasil yang dibuat dari virus like particles (VLPs) capsid L1 dari HPV untuk mengurangi resiko terkena kanker rahim.

v Wanita-wanita yang memiliki faktor resiko terkena kanker rahim sebaliknya lebih sering menjalani pemeriksaan panggul dan Pap smear.

v Jangan terlalu sering mencuci vagina dengan obat antiseptik tertentu tanpa resep dari dokter ataupun dengan menaburi bedak talk.

v Diet rendah lemak.

(Anonim, 2004; Anonim, 2004; Praz, 2006)

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan skenario, yang dapat disimpulkan dari keadaan pasien adalah kondisi seorang wanita berusia 40 tahun datang dengan keluhan perdarahan melalui jalan lahir, haid tidak teratur, keputihan yang berbau sejak 1 tahun yang lalu. Adapun hasil anamnesis lainnya menunjukkan bahwa pasien tersebut sudah melahirkan sebanyak 5 kali dan belum pernah mengalami aborsi. Selain itu, ia menikah pada usia 17 tahun. Hasil pemeriksaan tidak menunjukkan adanya kelainan sistemik.

Perdarahan melalui jalan lahir yang dialami aibu tersebut dapat mengarahkan pada kemungkinan terhadinya kanker serviks, polips servik, erosi porsio, cervicitis, perdarahan uterus disfungsional, trauma serta karena adanya kehamilan ektopik, molahidatidosa, aborsi, endometritis, solusio plasentae maupun plasenta previa. Namun, dengan tidak ditemukanya kelainan sistemik, maka kemungkinan terjadinya aborsi, kehamilan ektopik, endometritis dan perdarahan uterus disfungsional. Keputihan yang dikeluhkan oleh pasien juga menunjukkan bahwa gejala dan tanda pada pasien tersebut tidak mengarah pada cervicitis sebab pada cervicitis tidak ditemukan adanaya keputihan.

Kemungkinan terjadinya trauma, aborsi, plaseta previa, kehamilan ektopik dan solusio plasentae juga kurang cocok sebab pasien datang bukan dengan keluhan utama nyeri pada perut bagian bawah dan sekitarnya, maupun karena uterus yang terasa tegang. Oleh karena itu, beberapa diagnosis banding diatas tidak tepat untuk kasus ini dan dapat disingkirkan dari pemilihan diagnosa kerja.

Jadi, dalam kasus ini tersisa mola hidatidosa, polip servik, erosi porsio dan kanker servik sebagai diagnosis banding. Melihat dari keluhan perdarahan pasacacoitus serta status pasien yang menikah pada usia 17 tahun dan telah melahirkan anak 5 kali, diagnosa kerja yang dapat ditarik adalah kemungkinan ibu tersebut menderita kanker servik. Hal ini dikarenakan bahwa faktor risiko akan meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual sejak usia < 20 tahun dan melahirkan anak lebih dari tiga kali sedangkan faktor umur pasien tidak mempengaruhi faktor risiko kanker servik. Namun, perlu digarisbawahi bahwa working diagnosa kerja ini masih perlu didukung dengan hasil pemeriksaan lainnya yang menunjukkan dengan tingkat keakuratan mendekati 100% bahwa ibu tersebut menderita kanker servik. Yang perlu diperhatikan pula selain hasil pemeriksaan lainnnya seperti pap smear, kolposkopi dan servikografi masih diperlukan anamnesis lebih lanjut mengenai bagaimanakah bau, konsentrasi, warna, lama terjadinya dan banyaknya keputihan yang dialami ibu tersebut, kapan pertama kali ia menstruasi dan apakah ibu tersebut sedang menkonsumsi pil KB atau tidak.

BAB IV

PENUTUP

* KESIMPULAN

Diagnosa kerja yang sesuai dengan gejala-gejala pada wanita tersebut adalah karsinoma serviks uteri, tetapi masih perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti Pap Smear test, kolposkopi serta servikografi. Selain itu, juga diperlukan pemeriksaan biopsy untuk mengetahui tingkat keganasan kanker servik dan juga untuk memilih terapi yang terbaik sesuai dengan tingkat keganasan kanker tersebut.

Faktor risiko yang tinggi terdapat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual pada usia < 20 tahun serta telah mengalami paritas > 3 anak. Maka, pap smear test merupakan suatu deteksi dini terhadap karsinoma servik/ kanker servik yang dapat dilakukan minimal 2 tahun sekali.

* SARAN

Skenario 2 blok VII ini mahasiswa merasakan bahwa informasi yang diberikan terlalu memberikan suatu kasus dengan pertanyaan terbuka, sehingga cakupan bahasan patologis penyakit-penyakit yang berkaitan sagat luas. Hal ini mengakibatkan kurangnya pembahasan dalam tutorial karena terbatasnya waktu. Maka dari itu, pengurangan luas cakupan pembahasan dengan pemberian manifestasi klinis yang lebih spesifik pada skenario sangat diharapkan melihat dari segi waktu tutorial yan gterbatas tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2006, “Corporate Medical Policy Cervicografy”, http://www.bcbsnc.com/services/medical-policy/pdf/cervicography.pdf, (diakses tanggal 29 Mei 2008)

Anonim, 2004, “Kanker Rahim”, http://medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=1047&keyword=kanker;rahim;endometrium;histerektomi;biopsi;stadium;terapi;radiasi;internal;eksternal;hormonal;prog&idktg=21&UID=20071119095210202.162.33.202 (diakses tanggal 29 Mei 2008)

Anonim, 2004, “Vaksin Baru Kanker Rahim Telah di Sahkan”, http://medicastore.com/med/artikel.php?id=180&keyword=human%20papilloma%20virus,hpv,kanker%20leher%20rahim,%20serviks&UID=20071119095210202.162.33.202 (diakses tanggal 28 Mei 2008)

Aziz, M.Farid, 2001,”Masalah pada Kanker Servik”, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05_MasalahpadaKankerServiks.pdf/05_MasalahpadaKankerServiks.html (diakses tanggal 29 Mei 2008)

Cannistra, et al, “Cancer of the uterine cervix”, 1996, http://www.nejm.org (diakses pada tanggal 29 Mei 2008)

Dorland, W.A.N, alih bahasa dr. Huriwati Hartanto, et al. 2002. Kamus Kedokteran DORLAND Edisi 29. Jakarta : EGC

Mansjoer, et al, “Kapita Selekta Kedokteran jilid 1,edisi 3”, Jakarta, Media Aesculapius, 2001, hlm. 379-381

Pazdur, et al, ”Cancer Management : A Multidiciplinary Approach”, The Oncology Group, New York, 2003, hlm. 419-424

Prawirohardjo, S.2006.Ilmu Kandungan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Price, et al., ”Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit buku ke-2”, Jakarta, 1995, hlm. 1137-1138.

Riono, ”KankerLeherRahim”, 2002, http://www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=2262&post=16 (diakses tanggal 28 Mei 2008)

Robbins L. Stanley et.al., “Buku Ajar Patologi Robbins Ed.7”, Jakarta, 2007, hlm. 769-770.

Sahli, M.Fauzi, “Karsinoma Serviks Uteri Deteksi Dini dan Penanggulangannya”,1992, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/07_KarsinomaServiksUteriDeteksiDinidanPenanggulangannya.pdf/07_KarsinomaServiksUteriDeteksiDinidanPenanggulangannya.html

Sjamsuddin, Sjahrul, 2001, “Pencegahan dan Deteksi Dini Kanker Servik”, http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_PencegahanDiniKankerServik.pdf/09_ PencegahanDiniKankerServiks.html(diakses tanggal 29 Mei 2008)