19.6.09

Benign Prostate Hyperplasi

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Obstruksi pada traktus urinarius dapat menyebabkan gangguan miksi, obstruksi ini dapat terjadi akibat pembesaran pada kelenjar prostat, striktur pada uretra ataupun akibat batu ginjal. Obstuksi yang terjadi tersebut dapat mengakibatkan terjadinya beberapa gejala yaitu sulit buang air kecil, perasaan tidak puas ketika miksi, keinginan miksi yang mendesak, maupun pancaran urin yang kecil deras, bercabang dan kadang berputar-putar. Salah satu masalah yang sering terjadi adalah pembesaran prostat, insiden tertinggi terjadinya pembesaran prostat ini yaitu pada laki-laki berusia diatas 50 tahun.

seperti yang terdapat pada sekenario didapatkan laki-laki berusia 67 tahun datang dengan keluahan sulit buang air kecil, ditemukan tanda-tanda obstruksi pada saluran kemih. Sekenario tersebut sebagai trigger dalam mencapai kompetensi mahasis dalam blok uragenital ini oleh karena itu maka mahasiswa dirasa perlu untuk mengetahui penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan gangguan atau obstruksi pada saluran kemih

B. RUMUSAN MASALAH

Pasien laki-laki 67 tahun dengan keluhan sejak kemarin malam tidak dapat buang air kecil dan merasa sakit perut bagian bawah. Sudah 4 bulan pasien menderita kesulitan BAK, tidak lampias, nokturia. Pasien pernah berobat tetapi belum sembuh.

Dari skenario tersebut maka timbullah beberapa pertanyaasn, sebagai berikut:

a. Apakah etiologi dari BPH?

b. Bagaimana patofisiologi dari gejala-gejala pada skenario?

c. Apakah pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien?

d. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat untuk pasien dalam skenario?

e. Bagaimana prognosis dan komplikasi pasien pada skenario?

C. TUJUAN

1 Menjelaskan anatomi, fisiologi, dan histologi prostat.

2 Mengetahui kemungkinan penyakit ketika terjadi gangguan miksi dalam skenario.

3 Menjelaskan patofisiologi dari gejala yang dikeluhkan pasien.

4 Menjelaskan pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mnegakkan diagnosis BPH dan karsinoma prostat.

5 Menjelaskan penatalaksanaan yang tepat untuk pasien tersebut.

D. MANFAAT PENULISAN

Penulisan laporan ini ditujukan untuk memenuhi tugas akademik mahasiswa, sebagai sarana pembelajaran bagi para siswa, dan diharapkan dapat berguna bagi pembaca, khususnya yang berkaitan dengan sistema urogenitalia.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Fisiologi Mikturisi

Setelah dibentuk oleh ginjal, urin akan didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih dapat menampung 250 sampai 400 ml. Mikturisi atau berkemih diatur oleh dua mekanisme yaitu reflek berkemih dan kontrol volunteer. Reflek berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Semakin besar peregangan dinding kandung kemih, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Kontrol refleks dan kontrol volunteer akan menyebabkan perbedaan gerakan sfingter uretra eksterna. Secara skematis, fisiologi mikturisi adalah sebagai berikut:

Kontrol Refleks:

Kandung kemih terisi à reseptor regang à saraf parasimpatis à kandung kemih à kandung kemih berkontraksi à sfingter uretra interna secara mekanis terbuka sewaktu kandung kemih kontraksi.

Kontrol Volunter:

Korteks serebrum à neuron motorik à sfingter uretra eksterna membuka saat neuron motorik terinhibisi, sfingter uretra eksterna tetap tertutup saat neuron motorik teregang.

(Santoso, 2001)

Berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Bila isi kandung kemih terus bertambah, masukan refleks dari reseptor regang juga semakin meningkat akhirnya masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter uretra eksterna menjadi sedemikian kuat sehingga tidak lagi dapat dikalahkan oleh masukan eksitatorik volunteer, yang mengakibatkan sfingter melemas dan kandung kemih secara tidak terkontrol dikosongkan. (Santoso, 2001)

2. Anatomi Fisiologi Glandula Prostatika

Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra pars prostatica. Prostat memiliki panjang kurang lebih 3 cm dan terletak di antara collum vesicae di atas dan diaphragma urogenitale di bawah. Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Prostat secara tidak sempurna dibagi menjadi lima lobus : (1) lobus anterior; (2) lobus medius; (3) lobus posterior; (4) lobus laterale dexter; (5) lobus laterale sinister. Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan ke semen pada waktu ejakulasi. Bila otot polos pada kapsula dan stroma berkontraksi, sekret yang berasal dari banyak kelenjar diperas masuk ke pars urethra pars prostatica. Sekret protat bersifat alkalis dan membantu menetralkan suasana asam di vagina (Snell, 2006).

3. Strikture Uretra

Strikture uretra adalah penyempitan lumen uretra karena fibrosis pada dindingnya. Penyempitan ini dapat disebabkan karena suatu infeksi, trauma pada uretra, dan kelainan bawaan. Infeksi yang paling sering menimbulkan strikture adalah infeksi oleh kuman gonokokus yang telah menginfeksi uretra beberapa tahun sebelumnya. Proses inflamasi akan menimbulkan jaringan jaringan sikatrik yang akan menghambat aliran urine sehingga terjadi retensi urine. Untuk mengetahui pola pancaran urine secara obyektif, dapat diukur dengan cara sederhana atau dengan memakai uroflometri. Kecepatan pancaran pria normal adalah 20 ml/detik. Jika kurang dari 10 ml/detik menandakan adanya obstruksi. Penatalaksanaan jika pasien mengalami retensi urine adalah sistosomi suprapubik untuk mengeluarkan urine. Tindakan khususnya antara lain dilatasi dengan busi logam yang dilakukan dengan hati-hati uretrotomi interna, dan eksterna (Purnomo, 2008).

2. Ca Prostat

Ca prostat merupakan kanker viseral tersering pada laki-laki, menempati peringkat kedua sebagai penyebab tersering kematian terkait-kanker pada laki-laki berusia 50 tahun di bawah 50 tahun. Pada karsinoma prostat, 70% sampai 80% timbul di kelenjar luar (perifer) sehingga dapat diraba sebagai nodus-nodus keras ireguler pada rectal toucher. Metastase ke kelenjar getah bening dapat terjadi sejak awal. Metastase secara hematogen juga terjadi. Secara mikroskopis, sebagian besar karsinoma adalah adenokarsinoma. Untuk diagnosis karsinoma dini dapat digunakan pemeriksaan kadar antigen spesifik-prostat (PSA) serum. PSA serum ini sensitif namun tidak spesifik untuk ca prostat sehingga disempurnakan dalam intepretasi nilai PSA dengan laju perubahan PSA seiring waktu (PSA velocity), penentuan rasio antara PSA serum dengan volume kelenjar prostat, dan pengukuran bentuk PSA darah versus bentuk pengikatnya. Karsinoma prostat diterapi dengan berbagai kombinasi pembedahan, radiasi, dan manipulasi hormon, bergantung dengan derajat dan stadiumnya (Kumar, 2007).

3. Prostatitis

Prostatitis adalah peradangan prostat; dapat bersifat akut maupun kronik, dan penyebabnya dapat berupa bakterial atau nonbakterial. Kebanyakan infeksi bakterialnya disebabkan oleh bakteri gram negatif; organisme paling sering Escherichia coli. Organisme lain enterokokus, stafilokokus, streptokokus, Chlamydia trachomatis, Ureaplasma urealyticum, dan Neisseria gonorrhoeae. Prostatitis bakterial akut paling sering terjadi pada pria antara usia 20-40 tahun. Pada pemeriksaan rectal, prostat teraba nyeri, membengkak, hangat, dan keras. Prostatitis bakterial kronik memiliki gejala disuria, urgensi, frekuensi, dan nocturia. Pada pemeriksaan rectal mungkin tidak menghasilkan apa-apa. Penatalaksanaan prostatitis bakterial adalah dengan pemberian agen-agen antibakterial spesifik untuk organisme penyebab. Pada keadaan prostatitis nonbakterial tidak ada penatalaksanaan spesifik (Wilson, 2006).

4. Batu saluran kencing

Batu pada saluran kemih memiliki frekuensi kejadian tiga kali lipat daripada perempuan. Ada 3 teori pembentukan batu, yaitu teori nukleasi, artinya batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih. Teori kedua adalah teori matriks, dalam hal ini matriks organik terdiri atas serum/protein urin (albumin, globulin, dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu. Teori ketiga adalah kristalisasi. Pada urin normal ada beberapa zat yang merupakan penghambat kristalisasi, misalnya magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein, dan beberapa peptida. Jika kadar salah satunya atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu di dalam saluran kemih. Batu saluran kemih ada banyak jenisnya, yaitu batu kalsium, batu struvit, batu urat, dan batu lainnya. Batu kalsium terbentuk karena keadaan hiperkalsiuri, hiperokasluri, hiperurikosuri, hipositraturi, dan hipomagnesiuri. Batu struvit terbentuk karena adanya infeksi saluran kemih. Batu urat adalah batu yang terbentuk karena kadar asam urat yang tinggi (hiperurikosuri), urin yang terlalu asam, dan dehidrasi. Batu urat ini paling banyak terjadi. Jika batu pada saluran kemih hanya dibiarkan, akan mengakibatkan obstruksi (berlanjut pada hidronefrosis dan hidroureter), infeksi, abses ginjal, dan lain sebagainya yang akan berakibat pada kerusakan ginjal permanen (keadaan gagal ginjal).

5. Uretritis Kronik

Uretritis kronik sering ditemukan pada perempuan dan merupakan penyebab sistitis kambuhan. Uretritis ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti stenosis distal uretra, diuresis kurang, dan persetubuhan. Gejalanya mirip pada keluhan dan tanda sistitis, yaitu sering miksi dan disuria, disertai nyeri di uretra. Pada inspeksi meatus biasanya merah dan mungkin bengkak. Terapi dapat berupa tindakan untuk mengeluarkan dan menghindari faktor penyebab, dan pemberian antibiotik atas dasar biakan biakan kuman (Syamsuhidayat, 2004).

6. Benign Prostate Hiperplasy (BPH)

BPH merupakan kelainan yang sering ditemukan. Keadaan ini dialami oleh 50% pria yang berusia 60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun. Pembesaran kelenjar prostat mengakibatkan terganggunya aliran urin sehingga menimbulkan gangguan miksi. Etiologinya sampai sekarang belum diketahui secara pasti. Beberapa hipotesis yang diduga timbulnya BPH adalah : teore dihidrotestosteron, ketidak seimbangan antara estrogen-testosteron, interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan teore stem sel. Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pas prostatika dan menghambat aliran urine. Obstruksi akan menimbulkan keluhan pada saluran kemih atau di luar saluran kemih. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih dibuat sistem skoring yang dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan WHO adalah International Prostatic Symptom Score (IPSS) seperti yang dapat dilihat pada bagian lampiran. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan di dalam rektum dan prostat. Pemeriksaan laboratorium dapat diberikan pemeriksaan kreatinin serum, elektrolit, PSA, sedimen urin, dan kultur. Pemeriksaan uroflowmetri juga dapat digunakan untuk mengukur tingkatan obstruksi. Angka normal pancaran kemih rata-rata 10-12 ml/detik dan maksimal 20 ml/detik. Jika ada obstruksi maka angka yang muncul kurang dari itu. Pemeriksaan ultrasonografi juga dapat dilakukan secara transabdominal atau transrektal. Penatalaksanaannya bisa secara medikamentosa, pembedahan, dilatasi balon, transurethral microwave thermotherapy (Kumar, 2007; Purnomo, 2008; Syamsuhidayat, 2004).

7. Penatalaksanaan BPH

A. Watchfull waiting

Watchfull waiting merupakan penatalaksanaan pilihan untuk pasien BPH dengan symptom score ringan (0-7). Besarnya risiko BPH menjadi lebih berat dan munculnya komplikasi tidak dapat ditentukan pada terapi ini, sehingga pasien dengan gejala BPH ringan menjadi lebih berat tidak dapat dihindarkan, akan tetapi beberapa pasien ada yang mengalami perbaikan gejala secara spontan (Presti, 2004).

B. Medikamentosa

1. Penghambat alfa (alpha blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-α1, dan prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai oleh reseptor α1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa perbaikan subjektif dan objektif terhadap gejala dan tanda (sign and symptom) BPH pada beberapa pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor dan waktu paruhnya.

2. Penghambat 5α-Reduktase (5α-Reductase inhibitors)

Finasteride adalah penghambat 5α-Reduktase yang menghambat perubahan testosteron menjadi dihydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponen epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan ukuran kelenjar dan memperbaiki gejala. Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.

3. Terapi Kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5α-Reduktase memper-lihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian terapi kombinasi tambahan sedang berlangsung.

4. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-tumbuhan untuk tujuan medis. Penggunaan fitoterapi pada BPH telah popular di Eropa selama beberapa tahun. Mekanisme kerja fitoterapi tidak diketahui, efektifitas dan keamanan fitoterapi belum banyak diuji (Presti, 2004).

C. Operasi konvensional

1. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simpel prostatektomi dapat dilakukan melalui endoskopi. Umumnya dilakukan dengan anastesi spinal dan dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP lebih tinggi dan bersifat invasif minimal. Risiko TURP adalah antara lain ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkotinensia urin (<1%).

2. Transurethral incision of the prostate

Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi hiperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan keadaan ini lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi terjadi pada 25% pasien.

3. Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan suprapubik ataupun retropubik (Presti, 2004).

D. Terapi minimal invasif

1. Laser

Dua sumber energi utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser adalah Nd:YAG dan holomium:YAG.

Keuntungan operasi dengan sinar laser adalah:

1. Kehilangan darah minimal.

2. Sindroma TUR jarang terjadi.

3. Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan.

4. Dapat dilakukan out patient procedure.

Kerugian operasi dengan laser:

1. Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi.

2. Pemasangan keteter postoperasi lebih lama.

3. Lebih iritatif.

4. Biaya besar (Presti, 2004).

2. Transurethral electrovaporization of the prostate

Transurethral electrovaporization of the prostate menggunakan resektoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena panas, menghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih lama dari TUR (Presti, 2004).

3. Hyperthermia

Hipertermia dihantarkan melaluli kateter transuretra. Bagian alat lainnya mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45°C, alat pendingin tidak diperlukan (Presti, 2004).

4. Transurethal needle ablation of the prostate

Transurethal needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus yang akan melaluli uretra (Presti, 2004).

5. High Intensity focused ultrasound

High Intensity focused ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan panas. Untrasound probe ditempatkan pada rektum (Presti, 2004).

6. Intraurethral stents

Intraurethral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap paten (Presti, 2004).

7. Transurethral balloon dilation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang ukurannya kecil (<40>3). Teknik ini jarang digunakan sekarang ini (Presti, 2004).

BAB III

PEMBAHASAN

Pada kasus kali ini ditemukan seorang pria 67 tahun dengan keluhan sejak kemarin malam tidak dapat buang air kecil dan merasa sakit perut bagian bawah. Sudah 4 bulan pasien menderita kesulitan BAK, tidak lampias, nokturia. Pasien pernah berobat tetapi belum sembuh. Dilihat dari gejala-gejala pasien, kemungkinan besar diagnosisnya adalah BPH. Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan.

Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan meregang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak lagi mampu untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidonefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi urethra adalah gambaran awal dan menetap dari BPH. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melawan resistensi urethra. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi urethra sampai akhir miksi. Terminal dribbing dan rasa belum puas sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.

Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap pada tipa miksi sehingga interval miksi lebih pendek. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan normla dari korteks berkurang dan tonus spinchter dan urethra berkurang selama tidur.

Urgency dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik melebihi tekanan spinchter.

Untuk penatalaksanannya dapat dilakukan observasi. Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasehaat yang diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi nokturia, menghindari obat-obat kongesta, mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum alkohol agar tidak terlalu sering miksi.

Terapi medikamentosanya bisa menggunakan penghambat adregenik a. Obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin, afluzosin atau tamsulosin. Penggunaan obat ini dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli, menghambat reseptor-reseptor otot polos sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan menurunkan tekanan pada urethra pars prostatika sehingga aliran air seni dan gejala-gejal berkurang. Pada BPH penatalaksanaan secara medikamentosa tidak dapat mengurangi pembesaran prostat melainkan hanya dapat memperlebar urethra dan mencegah prostat tidak semakin bertambah besar. Komplikasi BPH antara lain hernia atau hemorroid akibat adanya kenaikan tekanan intra pelvis akibat mengedan saat miksi. Selain itu karena selalu terdapat sisa urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Jika obstruksi terus berlangsung maka akan terjadi refluks urin ke ginjal dan bermanifestasi menjadi gagal ginjal. Prognosis pasien bergantung pada derajat perbesaran prostat dan penatalaksanaan yang tepat.

Juga bisa dengan penghambat enzim 5-a-reduktase. Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar). Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Tetrapi efektivitasnya masih diperdenatkan karena baru menunjukkan perbaikan sedikit dari keluha pasien setelah 6-12 bulan pengobatan. Selain itu juga ada dengan Fitoterapi (eviprostat)

Terapi yang lalin adalah dengan terapi bedah. Indikasi absolut terapi bedah adalah retensio urin berulang, hematuria, tanda penurunan fungsi ginjal, ISK berulang, tanda-tanda obstruksi berat, dan ada batu saluran kemih. Macam terapi bedah antara lain Transurethral Resection of The Prostate (TUR P), Tranurethral Incicion of The Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan prostatektomi dengan laser. Tetapi yang menjadi gold standarnya adalah TUR P. Komplikasi TUR P ada yang jangka pendek (perdarahan, infeksi, hiponatremia, retensio karena bekuan darah) dan jangka panjang (striktur urethra, ajakulasi retrograd, atau impotensi.

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

Dari gejala-gejala yang didapat dari pasien, menunjukkan tanda-tanda BPH. Tetapi untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedang untuk penatalaksanaanya digunakan terapi medikamentosa ditambah dengan anamnesis. Jika memenuhi syarat indikasi bedah, maka akan dilakukan terapi bedah.

B. SARAN

· .Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada pasien tersebut seperti rectal toucher, radiologi dan usg serta pemeriksaan penunjag lainnya.

· Setelah diagnosis dapat ditegakkan dengan tepat, maka terapi yang dilakukan dapat disesuaikan dengan keadaan pasien namun tindakan invasive mungkin dapat memberikan hasil lebih baik daripada terapi secara medikamentosa.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks, G. F. 2005. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical Mirobiology, 22nd ed. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Dorland, W.A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, 29th ed. Jakarta: EGC

Guyton, Arthur C. and John E. Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Katzung, Bertram G. 1997. Farmakologi Dasar Dan Klinik Ed.6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kumar, Vinay. Ramzi S. Cotran, Stanley L. Robbin. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2 Edisi 7. Jakarta : EGC.

Presti, J.C. 2004. Smith’s General Urology. In : Neoplasms of the Prostate Gland, 16th edition. USA: Lange Medical Books/ McGraw-Hill Company.

Purnomo, Basuki B. 2008. Dasar-dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto.

Sherwood, Lauralee; alih bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Beatricia I. Santoso.2001. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem.Jakarta: EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.

Syamsyuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Wilson, Lorraine McCarty. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.