20.6.09

Penyuluhan KesPro Remaja Sebagai Salah Satu Jenis Kegiatan Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE) KESEHATAN REPRODUKSI di Puskesmas Sambungmacan 2

BAB I

PENDAHULUAN

DAN

TUJUAN PEMBELAJARAN

Saat ini kesehatan reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya isu tersebut dalam Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD) di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Hal penting dalam konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi serta upaya pemenuhan hak-hak reproduksi.

Definisi kesehatan reproduksi menurut ICPD Kairo (1994) adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Dengan adanya definisi tersebut maka setiap orang berhak dalam mengatur jumlah keluarganya, termasuk memperoleh penjelasan yang lengkap. Selain itu, hak mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya seperti pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi anak, kesehatan remaja dan lain-lain perlu dijamin.

Kebijakan nasional kesehatan reproduksi di Indonesia menetapkan bahwa kesehatan reproduksi mencakup lima komponen terkait, yaitu program kesehatan ibu dan anak, program keluarga berencana, program kesehatan reproduksi remaja, program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual. Guna mendukung program-program tersebut, pemberian pendidikan mengenai hal-hal tersebut pada masyarakat sangat diperlukan agar dapat merubah kondisi kesehatan reproduksi di Indonesia dengan mempengaruhi tingkah laku dan pola hidup masyarakat ke arah lebih sehat. Penyampaian pendidikan ini tentunya memerlukan keterampilan dan beberapa aspek lainnya dalam penyampaian materi. Proses penyampaian dan beberapa aspek tersebut perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh dan terus diperbaiki. Oleh karena itu, pada kesempatan field lab kali ini mengenai kesehatan reproduksi akan dibahas bagaimana cara memberikan penyuluhan kesehatan reproduksi pada remaja usia produktif tingkat SMA/sederajat.

Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran ini, diharapkan mahasiswa:

1. Mampu melakukan perencanaan dan pelaksanan KIE kesehatan reproduksi.

2. Mengetahui materi KIE dan pesan-pesan utama kesehatan reproduksi yang perlu disampaikan.

3. Mampu menyampaikan pesan-pesan tersebut pada setiap kesempatan berhadapan dengan sasaran/ klien atau masyarakat, baik di dalam maupun di luar klinik.

4. Berkoordinasi dalam penggunaan materi dan pesan-pesan utama yang standar, agar klien/ masyarakat memperoleh informasi yang sama, dari mana pun asalnya.

5. Berkoordinasi dalam memanfaatkan semua forum yang ada untuk menyampaikan materi KIE/ pesan-pesan utama kesehatan reproduksi.

6. Berkoordinasi dalam mengembangkan materi dan pesan-pesan KIE kesehatan reproduksi tersebut agar lebih sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran.

BAB II

HASIL KEGIATAN

Pelaksanaan field lab dengan topik KIE kesehatan reproduksi ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 14 Mei 2009 dan 28 Mei 2009 di Puskesmas Sambungmacan 2, Sragen. Pelaksanaan field lab ini dibimbing oleh instruktur lapangan yaitu dr. Hj. Finuril Hidayati yang dibantu oleh beberapa orang staff puskesmas. Adapun jalannya pelaksanaan kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertemuan

Hari/ Tanggal

Kegiatan

I

Kamis/

14 Mei 2009

1. Bimbingan, penjelasan dan pengarahan oleh instruktur lapangan mengenai kegiatan KIE kesehatan reproduksi.

2. Penjelasan kegiatan yang akan dilakukan pada hari pertama, kedua dan ketiga pertemuan field lab serta penentuan tanggal pelaksanaan masing-masing pertemuan berikutnya tersebut.

3. Diskusi/ wawancara beberapa dukun bayi mengenai proses persalinan.

4. Pengumpulan data-data yang diperlukan sebagai persiapan dan perencanaan kegiatan pertemuan II berikutnya.

II

Kamis/

28 Mei 2009

1. Pengarahan pelaksanaan kegiatan.

2. Pembagian kelompok kecil serta materi masing-masing kelompok.

3. Pelaksanaan simulasi penyuluhan dan konseling sebagai kegiatan KIE kesehatan reproduksi.

4. Evaluasi kegiatan.

5. Penentuan format laporan kegiatan dan tanggal pengumpulan laporan kegiatan.

Rabu/

3 Juni 2009

Pengumpulan laporan kegiatan

III

Kamis/

4 Juni 2009

Evaluasi dan penilaian laporan kegiatan serta evaluasi dan penilaian secara keseluruhan.

Pada hari pertama mahasiswa mengikuti pelaksanaan bimbingan, pengarahan kegiatan hari berikutnya dan penjelasan mengenai KIE kesehatan reproduksi. Setelah diberi pengarahan dan penjelasan kemudian mahasiswa diberikan kesempatan untuk bertanya dan diskusi dengan beberapa dukun bayi mengenai proses persalinan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa dukun bayi di daerah Sambungmacan II yang telah menjadi mitra puskesmas, maka penulis dapat menarik gambaran berupa:

Pada proses persalinan, alat-alat yang dahulunya digunakan adalah alas untuk tidur ibu, welat sebagai alat pemutus tali pusat, bobok, air hangat, bedak dan kain. Cara menolong proses persalinan sebelum dukun bayi menjadi mitra puskesmas adalah dengan menekan/ memijat perut ibu di atas umbilicus dengan posisi ibu dalam keadaan litotomi. Bersamaan dengan itu, tangan ibu diminta untuk menekan daerah inguinalis agar bayi dapat keluar dengan baik. Setelah bayi lahir, maka bayi dimandikan dengan air hangat kemudian dilanjutkan dengan pengeluaran placenta maksimal tiga menit setelah bayi lahir. Lalu tali pusat dipotong dengan mengikat ujung proksimal tali pusat menggunakan dengan kain mon, bagian distal juga ditali kemudian bagian tengah dipotong dengan menggunakan welat. Tujuannya adalah agar perdarahan yang terjadi tidak terlalu banyak. Jika terjadi perdarahan maka ibu dipakaikan stagen setelah ibu dibersihkan dan perut ibu dipijat-pijat. Setelah itu awasi keadaan ibu dan bayi.

Ketika dukun bayi telah menjadi mitra puskesmas, mereka diberikan alat-alat untuk menolong proses partus sesuai standar seperti baskom, alcohol, gunting, dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara, mereka mengatakan bahwa untuk mendapatkan alat-alat tersebut ada beberapa tes yang perlu mereka lalui. Pada pelaksanaan pertolongan kelahiran, yang bertindak pada ibu adalah bidan atau dokter dan dukun bayi bertugas merawat bayi yang telah lahir. Jika terjadi kesulitan dalam proses kelahiran, maka akan dirujuk ke Puskesmas atau ke dokter spesialis obgyn terdekat yang berada di daerah tersebut.

Proses persalinan yang ditolong dukun bayi sebelum menjadi mitra puskesmas dengan sesudah menjadi mitra puskemas terletak pada sterilitas alat-alat yang digunakan, tindakan aseptik dan antiseptik yang dilakukan serta metode yang digunakan. Dengan sterilitas yang lebih baik, maka kematian ibu dan bayi akibat infeksi dalam proses kelahiran dapat dihindari.

Selain itu, pada hari kegiatan pertama mahasiswa juga dipersilahkan mencari data yang diperlukan mengenai kegiatan Gerakan Sayang Ibu dan beberapa data lainnya yang ada di Puskesmas Sambungmacan 2 agar dapat digunakan dalam penyampaian materi di hari berikutnya maupun untuk pembahasan dalam laporan kegiatan.

Sedangkan pada hari kedua mahasiswa melakukan simulasi penyuluhan atau konseling berdasarkan tugas yang telah diberikan oleh instruktur lapangan. Satu kelompok dibagi menjadi beberapa kelompok kecil lagi dimana tiga orang melakukan penyuluhan kesehatan reproduksi remaja pada siswa SMA, dua orang menjadi konselor calon pengantin, dua orang menjadi konselor KB, dua orang menjadi konselor dengan skenario empat terlalu dan dua orang lainnya menjadi konselor pada remaja bermasalah.

Seluruh kegiatan simulasi penyuluhan dan konseling ini dilakukan secara bersamaan di tempat yang berbeda dalam puskesmas dan diawasi secara langsung oleh instruktur lapangan. Adapun yang penulis lakukan bersama dua orang teman lainnya adalah penyuluhan kesehatan reproduksi remaja pada siswa SMA. Media yang digunakan adalah berupa flip chart dengan disertai dengan isi materi berupa:

  1. Pertumbuhan fisik laki-laki dan wanita dari anak-anak hingga dewasa.
  2. Alat reproduksi laki-laki dan perempuan.
  3. Tanda-tanda pubertas.
  4. Perbedaan tanda awal kematangan seksual antara laki-laki dan perempuan.
  5. Perawatan kebersihan alat kelamin.
  6. Cara penggunaan duk dan pembalut.
  7. Perawatan kebersihan kelamin.
  8. Pergaulan antar lawan jenis.

Dalam kegiatan simulasi penyuluhan kesehatan reproduksi, setelah pemberian materi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan ada beberapa pertanyaan dari audience. Adapun pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimaakan perubahan perilaku yang terjadi sesuai dengan terjadinya pematangan seksual pada seseorang?

2. Apakan mencuci vagina dengan sabun itu berpengaruh pada alat kelamin? Bagaimana pengaruhnya? Baik atau buruk?

3. Apakah keputihan itu normal?

4. Bagaimanakah cara memberikan pendidikan kesehatan reproduksi pada golongan masyarakat yang masih menganggap tabu hal tersebut?

5. Bagaimanakah cara menghitung masa subur?

Setelah seluruh kegiatan simulasi penyuluhan dan konseling selesai dilakukan, kegiatan dilanjutkan dengan evaluasi yang dipimpin oleh instruktur lapangan. Instruktur memberikan evaluasi pada setiap mahasiswa dalam melakukan kegiatan penyuluhan dan konseling serta penjelasan mengenai apa saja yang diperlukan dalam memberikan penyuluhan yang baik.

BAB III

PEMBAHASAN

Upaya komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan reproduksi memiliki dua tujuan yaitu peningkatan pengetahuan dan perubahan perilaku kelompok sasaran tentang semua aspek kesehatan reproduksi. Dengan tercapainya dua tujuan ini diharapkan dapat membantu tercapainya tujuan akhir kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi yaitu meningkatkan kesehatan masyarakat.

Dalam melaksanakan kegiatan KIE ada tiga hal yang dapat dilakukan yaitu advokasi, bina suasana dan gerakan masyarakat. Sedangkan dalam pelaksanaannya bentuk kegiatan KIE dapat dibagi menjadi dua yaitu kegiatan di dalam gedung puskesmas dengan penyampaian pesan secara langsung dan tidak langsung atau dengan kegiatan penyampaian pesan di luar gedung puskesmas dengan penyampaian pesan untuk kelompok kecil maupun besar.

Pada kegiatan field lab kali ini penulis melakukan simulasi penyuluhan yang dapat dijadikan suatu pelatihan kegiatan KIE berupa gerakan masyarakat yang dimana sasarannya kali ini adalah sekelompok siswa SMA dan dapat dikategorikan sebagai kegiatan di luar gedung puskesmas dengan bentuk penyampaian pesan untuk kelompok kecil karena masih memungkinkan untuk terjadinya komunikasi dua arah.

Dalam melaksanakan kegiatan gerakan masyarakat berupa penyuluhan ini sesuai teori ada lima hal yang perlu diperhatikan yaitu apa, siapa, pengetahuan yang perlu diketahui, perilaku yang ingin diterima dan dilakukan serta jalur dan media apa yang ingin digunakan. Penyuluhan ini dilakukan kepada kelompok remaja siswa SMA dengan pesan inti yang ingin disampaikan adalah mengenai kesehatan reproduksi dan bagaimana cara menjaga kesehatan alat reproduksi yang dapat dilakukan oleh remaja, yaitu dengan berperilaku seksual yang baik, sedangkan perilaku yang diharapkan diketahui adalah para audience dapat melakukan hal-hal yang dapat menjaga kebersihan dan kesehatan reproduksi serta menghindari hal-hal yang kurang baik. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka cara yang digunakan adalah dengan menggunakan media berupa media visual yaitu dalam bentuk flip chart yang dibuat secara mandiri oleh kelompok penulis dengan menggunakan sumber dari beberapa buku.

Penyuluhan merupakan kegiatan sederhana yang tidak mudah untuk dilakukan. Penyuluhan merupakan media komunikasi antara masyarakat dengan pemberi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, komunikasi yang baik antara audience dengan penyuluh sangat diperlukan agar tujuan yang diinginkan yaitu perubahan perilaku masyarakat dapat dicapai. Penyuluhan yang efektif, baiknya dilakukan secara dua arah agar ada feed back dari sasaran yang dapat dijadikan evaluasi dan tolak ukur penyuluh apakah audience sudah mengerti dan memhami materi yang disampaikan atau belum.

Ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar tujuan dapat tercapai. Dalam melaksanakan kegiatan simulasi penyuluhan, masih banyak kekurangan dan beberapa teori yang belum dapat dilakukan dengan baik oleh penyuluh dalam proses kegiatannya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang penyuluh adalah confidence (rasa percaya diri), kejujuran dalam menyampaikan informasi, kerjasama dalam kelompok penyuluh, penampilan yang meyakinkan, penguasaan materi, penggunaan alat peraga, dan sebagainya.

Confidence (rasa percaya diri) sangat diperlukan oleh seorang penyuluh dalam menyampaiakn materi. Agar tujuan dapat tercapai, rasa percaya diri sangat menunjang penampilan dan cara penyampaian materi oleh seorang penyuluh ke audience. Apabila penyuluh memiliki rasa percaya diri yang baik, juga tidak berlebihan, maka audience pun akan mempercayainya dan merasa nyaman selama proses penyuluhan berlangsung sehingga pada akhirnya audience dapat menerima materi dengan baik.

Selain itu, kejujuran dan kepastian dalam menyampaikan informasi, menjawab pertanyaan dan memberikan suatu penjelasan juga perlu diperhatikan. Seorang penyuluh harus jujur dalam menjawab pertanyaan. Ketika tidak atau belum mengetahui mengenai jawaban dari hal-hal yang ditanyakan audience, maka penyuluh tidak perlu memaksakan untuk menjawab pertanyaan tersebut, cukup menjawab sesuai apa yang penyuluh ketahui saja untuk menghindari adanya pengetahuan yang tidak pasti dan tidak berlandaskan pada teori yang ada.

Kepastian dalam menyampaiakn informasi sama pentingnya dengan kejujuran. Kata ‘mungkin’, ‘sepertinya’, ‘agaknya’ dan beberapa kata lainnya yang dapat mengurangi rasa kepercayaan audience pada penyuluh harus dihindari. Karena apabila kata-kata yang dapat menurunkan kepercayaan audience tersebut digunakan, materi berikutnya yang disampaikan oleh penyuluh akan diabaikan dan dianggap bahwa informasi yang disampaikan tidak meyakinkan dan belum tentu benar. Hal ini dapat berdampak pada kurangnya antusiasme audience dalam menyerap pengetahuan yang diberikan dan akhirnya akan menyulitkan tercapainya tujuan penyuluhan yang diharapkan.

Dalam menyampaiakn informasi pada sasaran, penyuluh perlu mempergunakan media ataupun alat yang dianggap pantas dan harus mendayagunakan media tersebut secara maksimal. Memastikan bahwa audience dapat melihat, mengamati dan memahami materi yang tertera dalam media atau alat penyuluhan yang digunakan perlu dilakukan oleh penyuluh. Sehingga audience tidak hanya mendengarkan penyuluh berbicara di depan tetapi juga dapat melihat keterangan-keterangan yang diberikan melalui media tersebut. Hal ini bertujuan agar penyampaian materi dapat lebih efektif dan efisien.

Dalam penyampaiaannya juga, penyuluh perlu memperhatikan volume suara yang dikeluarkan sehingga audience dapat mendengarkan semua materi dengan jelas. Bila ruangan besar maka perlu digunakan alat bantu pengeras suara. Jika tidak dibantu alat pengeras suara, penyuluh dapat berjalan mendekati audience dan memastikan audience dapat medengarkan dengan jelas.

Kejelasan dalam pengucapan juga mendukung penyampaian materi penyuluhan yang efektif dan efisien. Pengambilan perhatian audience juga harus dapat dilakukan dengan cermat oleh penyuluh karena tidak mungkin meteri dapat disampaiakan dan diterima dengan baik apabila perhatian audience sudah tidak lagi tertuju pada penyuluh. Pandangan penyuluh juga harus ditujukan ke depan, melihat ke arah audience, tidak menunduk, pandangan tidak kosong dan harus dapat memperhatikan audience dengan baik sehingga dapat mencermati keadaan sasaran secara keseluruhan.

Materi yang disampaikan pada audience juga harus diperhatikan. Istilah-istilah medis tidak boleh dilemparkan kepada audience tanpa disertai penjelasan dalam istilah lain yang dapat dimengerti oleh pihak non-medis. Hal ini bertujuan agar audience dapat mengerti dengan baik mengenai materi yang disampaikan, jangan sampai audience bingung dan tidak mengerti materi yang disampaikan karena kata-kata yang digunakan banyak yang tidak dimengerti.

Pemberian materi juga harus disertai dengan pemahaman materi yang baik oleh penyuluh karena penguasaan materi tentu saja sangat mempengaruhi semua hal di atas yang disebutkan. Dengan penguasaan materi yang baik, maka akan mempengaruhi performa penyuluh, rasa percaya diri dan ini dapat mempengaruhi cara penyampaian, penampilan penyuluh dan proses penyampaian informasi.

Satu hal penting yang perlu diperhatikan lagi dalam memberikan penyuluhan adalah kesamaan suara dalam satu kelompok penyuluh, kekompakan dan kerjasama dalam memberikan materi, menjawab pertanyaan dan memberikan penjelasan serta penyampaian informasi mengenai kesehatan reproduksi pada sasaran. Penyuluh harus dapat bekerja sebgau satu tim yang solid dalam memberikan penyuluhan. Karena kerjasama yang baik dalam satu kelompok penyuluh akan menghasilkan satu suara yang sama dan akan memperkuat performa penyuluh di depan audience.

Semua hal yang disebutkan di atas merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan penyuluh agar materi dapat diterima dengan baik dan optimal oleh audience, kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan lancar dan pada akhirnya dapat mempengaruhi audience untuk melakukan perubahan sikap dan perilaku yang kurang baik menjadi baik. Sehingga tujuan utama dalam meningkatakan tingkat kesehatan reproduksi masyarakat dapat tercapai.

BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

· Kegiatan KIE kesehatan reproduksi terdiri dari program kesehatan ibu dan anak, program keluarga berencana, program kesehatan reproduksi remaja, program pencegahan dan penanggulangan penyakit menular seksual termasuk HIV/ AIDS dan program kesehatan reproduksi pada usia lanjut.

· Penyuluhan sebagai salah satu bentuk kegiatan KIE kesehatan reproduksi yang dapat dilakukan. Dalam memberikan penyuluhan banyak hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan baik mengenai materi maupun dari individu penyuluh sendiri. Persiapan yang baik ditunjang keterampilan individu yang baik dalam melakukan penyuluhan dapat memberikan hasil yang baik sehingga tujuan utama KIE kesehatan reproduksi dalam merubah perilaku masyarakat dapat tercapai.

SARAN

· Memberikan pengertian pada kelompok masyarakat yang menganggap pendidikan kesehatan reproduksi itu tabu dan hanya berhubungan dengan kegiatan seksual saja.

· Memberikan penyuluhan pada remaja usia sekolah yang tidak mendapatkan pendidikan di bangku sekolah.

· Penggunaan media elektronik maupun media massa lainnya perlu ditingkatkan agar pencapaian sasaran dapat lebih banyak dan meluas sehingga informasi mengenai kesehatan reproduksi remaja dapat diterima oleh masyarakat luas.

DAFTAR PUSTAKA

Entjang, Indan.2000.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti

Media Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta.2009.Manual Field Lab Keterampilan KOMUNIKASI, INFORMASI, EDUKASI (KIE) KESEHATAN REPRODUKSI. Surakarta: Field Lab FK UNS