19.6.09

Stroke

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada skenario ini didapatkan seorang bapak berusia 48 tahun menderita gejala dan tanda serupa pada stroke yaitu, bicara pelo, sulit bicara, anggota gerak sebelah kanan terasa kesemutan dan tidak dapat digerakkan. Riwayat penyakit ini disertai dengan adanya kebiasaan merokok, makan makanan berlemak dan jarang berolahraga serta riwayat hipertensi pada pasien tersebut selama 4 tahun ini dan sudah diberi obat. Keadaan ini terjadi selama kurang lebih 8 jam.

Ditinjau dari kedaan pasien, diduga pasien terkena stroke. Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga dari seluruh penyebab kematian lainnya. Pemahaman yang baik mengenai stroke, etiologinya serta patofisiologi stroke diharapkan dapat memberikan kemampuan yang baik pula guna menangani dan memperlakukan pasien dalam keadaan stroke dengn tepat. Oleh karena itu, tinjauan mengenai definisi stroke, etiologi, patofisiologi serta faktor-faktor risikonya akan dibahas pada pembahasan setelah melakukan tinjauan pustaka di bawah ini.

B. RUMUSAN MASALAH

“Apakah pasien dalam skenario ini dapat disembuhkan ?”

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN

Tujuan Umum

Mahasiswa mengetahui dan memahami fisiologis sistem saraf pusat dan perifer.

Tujuan Khusus

1. Mengetahui fisiologi susunan saraf pusat serta kedaan patologisnya.

2. Mampu menjelaskan etiologi, patofisiologi serta penatalaksanaan dari stroke.

Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang diperoleh mahasiswa adalah bertambahanya pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis dan penatalaksanaan dari penyakit stroke.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

* ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM SARAF PUSAT

Area fungsional korteks cerebri, beberapa daerah tertentu korteks cerebri telah diketahui memiliki fungsi spesifik. Korteks cerebri dapat dianggap mempunyai area primer dan area asisiasi, area primer adalah daerah dimana terjadi presepsi atau gerakan, area asosiasi diperlukan untuk peningkatan integrasi dan peningkan perilaku dan intelektual. Korteks frontalis merupakan area motorik primer yaitu area 4 Brodmann, bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan volunter. Area ini terletak di sepanjang gyrus prasentralis. Area 44 dan 45 Brodmann dikenal sebagai area bicara motorik, bertanggung jawab atas pelaksanaan motorik bicara.(Price,2005)

Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel. Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus serebri Wilisi. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi chiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan posterior. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperi nucleus kaudatus dan putamen ganglia basalis, bagian-bagian kapsula interna dan korpus kolosum. Arteri serebri media merupakan sumber darah utama gyrus prasentralis dan postcentalis. Korteks auditorius, somestetik, motorik dan pramotorik disuplai oleh arteri ini. Cabang-cabang system vertebrobasilaris memvaskularisasi medulla oblongata, pons, serebelum, otak tengah , dan sebagian diencephalon.(Price, 2005)

* STROKE

Stroke merupakan serangan mendadak dan berat, disebut juga ictus atau sindrom stroke. Stroke dapat diklasifikasikan menjadi stroke nonhemoragik dan stroke hemoragik. Stroke non hemoragik dibagi kembali menjadi bebrapa tipe yaitu Transient Ischemic Attack (T.I.A), stroke in-evolution, thrombotic stroke, embolic stroke dan stroke akibat kompresi arteri oleh proses di luar arteri seperti tumor, abses dan granuloma. Stroke hemoragik disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah, sedangkan stroke iskemik disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah.(Dorland, 2002; Mardjono, 1978)

Etiologi stroke adalah karena infark otak baik berupa emboli kardiogenik maupun aterotromotil, perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid dan penyebab lainnya seperti migran, hiperkoagulasi, vaskulitis, pernyalahgunaan obat, dan sebagainya.(Mansjoer, 2000)

Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa kelumpuhan wajah (hemipresis) yang timbul mendadak, gangguan hemisensorik, perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma), afasia, disartria, ataksia, vertigo maupun gangguan penglihatan. Adapun tanda-tanda terjadinya perdarahan intrakranial adalah dengan adanya dua dari ketiga tanda berupa nyeri kepala, penurunan kesadarn dan Refleks Babinski positif. Faktor risiko stroke antara lain adalah umur, hipertensi, hipotensi, arterosklerosis, penyakit jantung, diabetes, arteritis, vaskulitis, anemia, polisitemia vera, kolesterol tinggi dan merokok. (Manjoer, 2000; Hadi 2004)

Untuk mendiagnosis stroke perlu dilakukan klinis anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis serta dengan menilai sistem skor untuk membedakan jenis strok yang terjadi. CT scan perlu dilakukan sebagai pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan. MRI lebih sensitif dalam mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak.(Mansjoer, 2000)

Penanganan stroke bertujuan memeprbaiki sel/ jaringan yang rusak, mencegah terjadinya kerusakan dan mengatasi komplikasi. Penanganan stroke akan berhasil tergantung dari cepat lambatnya menentukan diagnosis, tepatnya pengobatan dan perawatan. Tujuan dan manfaat perawatan dalam unit stroke adalah untuk menurunkan angka kematian, meningkatkan perbaikan fungsional penderita, menurunkan angka kecacatan, menurunkan lama tinggal di rumah sakit, menghemat biaya dan sebagai tempat pendidikan dan penelitian.(Hadi, 2004)

Kebanyakan morbiditas dan mortalitas strok berkaitan dengan komplikasi non neurologis, yang dapat diminimalkan dengan beberapa perawatan umum dengan menangani demam bila ada, pengawasan suplay nutrisi, hidrasi intravena, pengontrolan glukosa, perawatan paru, pengurangan aktivitas, neurorestorasi dini, profilaksis trombosis vena dalam dan perawatan vesika.(Mansjoer, 2000)

* EKSTREMITAS DEXTRA TIDAK DAPAT DIGERAKKAN DAN KESEMUTAN

Gangguan gerak otot volunter memperlihatkan ciri yang mencerminkan lokalisasi lesi. Maka dari itu, gangguan gerak otot volunter dapat dibedakan dalam sindroma motorik piramidalis, ekstrpiramidalis, motoneuron perifer, “motor and plate” dan muskuler.(Mardjono, 1978)

Lesi tidak selalu berarti suatu kerusakan. Kerusakan, perangsangan mekanik dan kimia yang sementara atau tetap kesemuanya tercakup dalam arti kata lesi.(Mardjono, 1978)

Semua rangsang yang menimbulkan jejas terhadap jaringan tubuh menimbulkan nyeri. Jejas pada jaringan tubuh dapat dianggap sebagai suatu keadaan biokimia yang tidak wajar, di mana berbagai zat dibebaskan. Dan zat itulah yang merupakan rangsang protopatik. Nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri superfisialis, nyeri viseralis, referred pain, serta nyeri organ dalam non-viseral dan otot serta jaringan penunjang.(Mardjono, 1978)

Kesemutan merupakan keadaan somaestesia negatif diantara anestesia dan hipoestesia. Anestesia adalah keadaan dimana saraf tepi sensorik terputus karena trauma, daerah yang disarafinya kebal terhadap semua macam rangsang protopatik dan proprioseptik. Sedangkan pada keadaan hipoestesia , perasa protopatik dan proprioseptif masih dapat disafarkan tetapi intensitasnya jauh dari normal.(Mardjono, 1978)

Kesemutan merupakan keadaan yang disebut juga sebagai parestesia. Patologi yang mendasarinya adalah tekanan, peregangan, hipoksia, degenerasi dan sebab-sebab lain yang semuanya mengganggu serabut afferen secara parsial. Parestesia dapat timbul pada setiap orang jika saraf tepinya tertekan. Parestesia patologik adalah parestesi yang timbul tanpa stimulasi atau yang mudah ditimbulkan oleh stimulasi yang tidak berarti. Parestesia dapat ditimbulkan karena adanya lesi pada girus post-sentralis akibat penyumbatan arteri serebri anterior atau arteri serebri media kortikalis, penekanan tumor dan sebab lain intra kranium.(Mardjono, 1978)

* SULIT BICARA DAN BICARA PELO

Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak di samping bagian dorsal dari fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medula oblongata. Pada perjalanannya menuju lidah, nervus ini melewati arteria karotis interna dan eksterna. Otot-otot lidah yang menggerakan lidah terdiri dari muskulus stiloglosus, hipoglosus, genioglosus longitudinalis inferior dan genioglosus longitudinalis superior di persarafi oleh nervus hipoglosus. Lesi nervus hipoglosus sering terletak di perifer, maka atrofi otot cepat terjadi. Pada kelumpuhan paralisis nervus hipoglosus terdapat gejala-gejala berupa sukar menelan dan bicara pelo. Namun bicara pelo juga dapat terjadi walaupun lidah tidak lumpuh tetapi keleluasaannya terbatas karena frenula lingua mengikat lidah sampai ujungnya.(Mardjono, 1978)

Hemisfer kiri merupakan bagian dominan untuk bicara pada mereka yang menggunakan tangan kanannya (kinan) dan pada sebagian besar orang kidal. Ada tiga ganggua bicara yag disebabkan gangguan neurologis yaitu disartria, disfonia dan afasia. Disartria merupakan gangguan artikulasi, enumerasi dan irama bicara akibat melemahnya otot-otot bicara. Kelemahan otot ini dapat disebabkan oleh sklerosis amiotropik lateral, paralisis pseudobulbar atau miastenia gravis. Sedangkan yang dimaksud dengan disfonia adalah gangguan vokalisasi sehingga suara terdengar parau, disebabkan karena cedera saraf rekuren laringeus dan tumor batang otak. Yang terakhir adalah afasia. Afasia merupakan hilangnya kemmpuan untuk memahami, mengeluarkan dan menyatakan konsep bicara. Penyebab terseringnya adalah gangguan serebrovaskular yang mengenai arteria serebri media (yang memvaskularisasi pusat bahasa dan bicara).(Price, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

Dilihat dari umur, jenis kelamin, riwayat hipertensi, dan kebiasaanya, pasien dalam skenario kali ini memiliki risiko yang tinggi untuk terkena stroke. Tidak adanya riwayat nyeri kepala, penurunan kesadaran, dan muntah menandakan bahwa tidak ada peningkatan tekanan intrakranial. Karena tekanan intrakranial merupakan tekanan akibat gumpalan darah yang keluar dari pembuluh darah yang rupture menekan sistem saraf cranial, terjadi pada keadaan stroke hemoragik. Maka hal ini berarti merupakan stroke iskemik.

Hipertensi pasien menjadikannya faktor risiko stroke yang paling penting apalagi didukung dengan kebiasaan buruknya. Merokok dapat merangsang hormone adrenal yang sesaat akan meningkatkan tekanan darah dan membuat jantung bekerja lebih keras serta menurunkan pasokan oksigen ke jantung. Pembuluh arteri pada perokok lebih banyak terdapat plak atau aterosklerosis disebabkan karena asap rokok mempunyai kecenderungan meningkatkan agregasi platelet dan produksi fibrinogen sehingga merangsang menumpuknya kolestrol di arteri.

Di dalam tubuh, lemak secara normal akan masuk ke dalam endotel pembuluh darah dan akan dibersihkan oleh makrofag dengan bantuan HDL kemudian diubah menjadi sel busa. Banyak makan makanan berlemak dan kurang olahraga membuat sel busa menjadi banyak. sehingga pembuluh darah menjadi rupture, sebagai kompensasinya endotel akan berproliferasi membuat dinding pembuluh darah menjadi tebal supaya tidak mudah rupture. Tetapi ini justru membuat pembuluh darah menjadi sempit. Jika dinding dalam arteri terluka, thrombosis sering mengumpul pada daerah ini. Lemak juga sering mengumpul di tempat tersebut (thrombus). Jika timbunan lemak ini lepas dan ikut aliran darah dapat menyumbat bagian arteri lain (stroke iskemik).

Gangguan bicara (bicara pelo) pada penderita stroke memiliki dua kemungkinan. Yang pertama gangguan pada saraf bicaranya yang disebut afasia atau diafasia. Dan yang kedua adalahgangguan pada otot-otot untuk berbicara atau persarafannya (n.VII dan n.XII) yang disebut disartria. Pada pasien di skenario yang terganggu adalah otot-otot untuk bicaranya (disartria). Lidah akan jatuh ke arah lesi.

Pasien tiba-tiba terjatuh dan anggota gerak tidak dapat digerakkan menunjukkan gangguan pada unsur gerak. Unsur gerak terdiri dari saraf dan otot. Di situ terdapat serabut pyramidal dan serabut extrapiramidal. Serabut pyramidal untuk mengatur gerak volunter kontralateral sedang serabut extrapyramidal untuk gerak involunter. Karena gangguan terdapt di serabut pyramidal, sehingga pasien tidak dapt menggerakan anggota tubuhnya dan tiba-tiba jatuh setelah bangun tidur.

Setelah bangun tidur itu juga, pasien merasakan anggota gerak sebelah kanan kesemutan. Kesemutan merupakan gangguan sensorik. Di otak, ada bagian yang dinamakan capsula interna. Capsula interna dibagi menjadi crus anterior dan crus posterior. Crus anterior akan dilewati oleh tractus corticobulbaris yang mensarafi n.cranialis. Crus posterior akan dilewati oleh tractus corticospinalis yang akan mensarafi ekstremitas bawah. Pada stroke, capsula interna ini sering terkena karena ukurannya ynag kecil. Jadi, pasien tersebut terkena capsula interna bagian crus posterior (bicara pelo) dan bagian crus posterior (sensibilitas dan gangguan gerak anggota tubuh bawah).

Pasien juga mengalami gangguan memori, sering menanyakan hal-hal yang sama. Gangguan memori terdapat pada lobus temporalis (hippocampus). Di situlah semua memori disimpan. Terdapat dua macam memori, yaitu memori jangaka pendek dan memori jangka panjang. Memori jangka pendek akan bertahan mulai dari beberapa detik sampai beberapa jam kemudian akan terjadi pemrosesan di hipokampus dan bagian otak lainnya sehingga terjadi perubahan jangka panjang dalam memperkuat sinaps. Memori jangka panjang akan menyimpan memori untuk bertahun-tahun atau seumur hidup dan lebih tahan terhadap gangguan atau trauma.

Setelah pemeriksaan dilakukan, terapi yang cocok untuk pasien adalah pemberian citicolin dan aspirin. Aspirin diketahui bisa menghambat kecenderungan darah untuk menggumpal dan mencegah penyempitan pembuluh darah. Selain itu pasein juga memerlukan fisioterapi. Untuk prognosisnya, kemungkinan besar pasien tersebut tidak dapat sembuh kembali karena sudah lebih dari 6 jam ketika pasien ditangani sehingga terjadi infark.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

v Berdasarkan gejala dan tanda yang diutarakan, maka pasien dalam skenario ini mengalami serangan stroke. Tidak adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran maupun muntah menandai tidak terjadinya perdarahan intrakaranial, maka stroke yang terjadi adalah stroke iskemik bukan stroke hemoragik.

v Batas jangka waktu penanganan lebih dari 6 jam akan menyebabkan infark. Maka prognosis pasien ini tidak dapat sembuh kembali karena serangan sudah 8 jam yang lalu.

Saran

v Perlu dilakukan pemeriksaan penunjang dengan CT scan ataupun MRI untuk lokalisasi lesi untuk mendeteksi infark serebri dini dan infark batang otak. Selain itu, pemeriksaan penunjang lainnya berupa status darah seperti kadar HDL, gula darah, ureum, kreatinin, elektrolit dan status darah lainnya.

v Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan strok masih berkembang (‘jendela terapi’ sampai 27 jam).

v Mencegah stroke berulang dini perlu dilakukan dengan melakukan terapi dini, baik dengan aspirin, heparin maupun trombotik disertai dengan pola hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W.A.Newman; Alih bahasa Hartanto, Riawati dkk. 2002.Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:EGC

Guyton, Arthur C; Alih bahasa Dharma, Adji dan Lukmanto P. 1997. Buku Ajar Fisiolgi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC

Hadi, Sumartoyo. Et al.2004.”Penanganan stroke akut” in Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf.Surakarta: BEM FKUNS press. Hal 126-130

Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.Jakarta: EGC. Hal. 1006 dan 1048

Mansjoer, A. Et al.2000.”Stroke” in Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 edisi ketiga.Jakarta: Media Aesculapius. Hal 17-26

Mardjono, M. Et. al.1978.Neurologi Klinis Dasar cetakan ketiga.Jakarta: Dian Rakyat. Hal. 19-53, 96-98 dan 181-182