19.6.09

Renal Failure

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ginjal memiliki peranan penting dalam keseimbangan tubuh tidak hanya dalam hal sekresi namun juga dalam hal lain seperti pada pembentukan sel darah merah, pengaturan keseimbangan pH tubuh, sirkulasi darah dan sebagainya. Kelainan pada ginjal akan berakibat banyak pada sistem tubuh lainnya, begitu pula sebaliknya, kelainan pada sistem tubuh selain ginjal dapat berdampak buruk bagi ginjal. Oleh karena itu, pengetahuan yang baik mengenai ginjal serta korelasinya dengan sistem lainnya di dalam tubuh manusia amatleh penting untuk dikuasai oleh seorang dokter agar dapat menegakkan diagnosis dengan baik.

Maka, pada bab tinjauan pustaka akan dijelaskan mengenai anatomi, histologi dan fisiologi ginjal diserta sedikit ulasan mengenai gagal ginjal kronik. Sedangkan pada pembahasan akan dibahas mengenai hubungan antar gagal ginjal dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta patofisologi manifestasi klinis pasien pada scenario kali ini.

B. RUMUSAN MASALAH

Skenario 2 (Gagal Ginjal)

Seorang laki-laki usia 60 tahun datang dengan keluhan badan terasa lemas, dirasakan sejak 1 bulan, kadang berkunang-kunang, sering mual. Sejak 1 tahun BAK sering mengejan, rasa tidak puas setelah BAK, BAK 4-5 gelas sehari, nyeri pinggang kiri sejak 2 tahun, riwayat DM tak terkontrol, hipertensi tidak ada. Hasil pemeriksaan fisik menyatakan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 110 x/menit, laju pernapasan 24 kali/ menit, suhu 36,7o C. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb: 8,2 g/ dl, lekosit 5400/ uL, trombosit 150.000/ uL, ureum 150 mg/dl, kreatinin 8,4 mg/ dl, kalium 6,5 mmol/ L. Hasil analisis gas darah menunjukkan asidosis metabolik.

Dari skenario tersebut, maka timbul stau permasalahan pokok yaitu :

“Bagaimanakah hubungan antara gagal ginjal dengan diabetes melitus dan hipertensi ?”

C. TUJUAN

Menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi sistem uropoetika, etiologi, patofisiologi, faktor risiko dan penatalaksanaan, penegakkan diagnosis dan komplikasi gagal ginjal.

D. MANFAAT

Mengetahui prosedur penegakkan diagnosis, prognosis dan penatalaksanaan gagal ginjal.

E. HIPOTESIS

Diabetes mellitus tak terkontrol dapat menyebabkan gagal ginjal kronis kemudian mengakibatkan hipertensi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi & Histologi Ginjal

Ginjal terletak di retroperineum menempel ke dinding posterior abdomen. Ginjal memiliki kapsula fibrosa sendiri dan dikelilingi oleh lemak perinefrik yang akhirnya dilapisi oleh fasia renalis. Gijal terdiri dari korteks di bagian luar, medulla di bagian dalam serta pelvis renalis. Hilus ginjal terletak di medial dan dari depan ke belakang merupakan tempat lewat v. renalis, a. renalis, pelvis ureter dan pembuluh limfe serta nervus vasomotor simpatis. Pelvis renalis terbagi menjadi dua atau tiga kalises mayor yang terbagi lagi atas kalises minor yan gmenerima urin dari pyramid medulla melalui papilla renalis. (Rahmalia, 2004)

Secara histologis, ginjal terdiri dari medula yang terdiri dari columna renalis dan piramidis renalis, serta korteks yang terdiri dari pars cinvulata dan pars radiate. Bagian tubuli ginjal di bagi menjadi pars sekretoris (nefron) yang terdiri dari korpuskulum Malphigi renalis (Glomerulus dan Kapsula Bowman), tubulus kontortus proksimal, lengkung Henle asendens dan desendens dan tubulus kontortus distal. Selain itu juga ada pars ekstretoris yang terdiri tubulus kolektivus dan duktus papilaris. Kapsula Bowman terdiri dari epitel selapis gepeng, setelah masuk ke kutub urinarius akan berubah menjadi epitel transisional. Pada perkembangan embrional akan ditemukan sel podosit, sedangkan pada tubulus kontortus proksimal terdiri dari epitel kolumner rendah dan berubah menjadi epitel kuboid pada bagian distalnya. Di daerah segmen tipis lengkung Henle terdiri dari epitel skuamous selapis dan beralih menjadi epitel kuboid kolumner tinggi pada segmen tebalnya. (Dany, 2007)

Fisiologi Ginjal, Filtrasi & Mikturisi

Ginjal memiliki beberapa fungsi. Fungsi spesifik dari ginjal adalah untuk mempertahankan keseimbangan H2O dalam tubuh, mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, memelihara volume plasma yang sesuai, membantu memelihara keseimbangan pH tubuh, memelihara osmolaritas, mengekskresikan sisa metabolism tubuhm mengeliminasi senyawa asing, ekskresi eritropoietin, ekskresi rennin serta mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif. (Santoso, 2001)

Plasma darah yang masuk melalui a. renalis pertama kali akan mengalami filtrasi di bagian kapsula bowman setelah melewati glomerulus akibat adanya perbedaan tekanan hidrostatik arteriol aferen dan capsula bowman. Setelah mengalami filtrasi kemudian akan menjadi cairan yang disebut dengan urin primer. Setelah terbentuk urin primer akan menuju tubulus kontortus proksimal ke lengkung Henle menuju tubulus kontortus distal. (Santoso, 2001)

Ketika filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yang masih dibutuhkan akan direabsorpsi dan tidak keluar dari tubuh, sedangkan sisanya akan di sekresi oleh tubulus karena adanya peroindahan selektif dari darah kapiler peritubulus ke lumen tubulus. Tubulus ginjal mampu secara selektif menambahkan zat-zat tertentu ke dalam cairan filtrasi melalui proses sekresi tubulus. Sistem sekresi yang terpenting adalah untuk mengatur sekresi ion H+, K+ serta mengatur anion dan kation organik yang mengatur eliminasi senyawa-senyawa organik asing dari tubuh. (Santoso, 2001)

Kemudian hasil dari ekskresi ini akan menuju ke duktus kolektivus dan pada akhirnya menuju ke pelvis renalis setelah keluar melalui kalises minor ke kalises mayor dan terbentuklah urin. Ginjal mampu mengeksresikan urin dengan volume dan konsentrasi yang berbeda-beda baik untuk menahan atau mengeluarkan H2O, masing-masing bergantung pada apakah tubuh mengalami defisit atau kelebihan H2O. (Santoso, 2001)

Setelah dibentuk oleh ginjal, urin akan didorong oleh kontraksi peristaltik melalui ureter dari ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. Kandung kemih dapat menampung 250 sampai 400 ml. Mikturisi atau berkemih diatur oleh dua mekanisme yaitu reflek berkemih dan kontrol volunteer. Reflek berkemih dicetuskan apabila reseptor-reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang. Semakin besar peregangan dinding kandung kemih, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Kontrol refleks dan kontrol volunteer akan menyebabkan perbedaan gerakan sfingter uretra eksterna. Kontrol refleks terjadi ketika kandung kemih terisi merangsang reseptor regang dan disampaikan oleh saraf parasimpatis kebali ke kandung kemih sehingga kandung kemih berkontraksi dan sfingter uretra interna secara mekanis terbuka sewaktu kandung kemih kontraksi. Kontrol Volunter berasal dari korteks serebrum menuju neuron motorik sehingga sfingter uretra eksterna membuka saat neuron motorik terinhibisi, sfingter uretra eksterna tetap tertutup saat neuron motorik teregang. (Santoso, 2001)

Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, sedangkan gagal gijal akut terjadi dalam beberapa hari atau minggu. Pada kedua kasus tersebut ginjal kehilanga kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron ginjal. Awalnya beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus, sedangkan jenis lainnya terutama menyerang tubulus ginjal atau dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal. Namun bila proses penyakit ini tidak dihambat akhirnya hancur dan akan diganti dengan jaringan parut. (Hartanto, 2005)

Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel dimana penurunan laju filtrasi glomerulus dapat digolongkan menjadi tingkat ringan, sedang dan berat. Etiologinya berupa glomerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluks, ginjal polikistik, nefropati diabetik dan penyebab lainnya seperti hipertensi, obstruksi dan gout. Manifestasi klinisnya selain timul pada keadaan umum seperti fatig, malaise, gagal tumbuh dan debil, juga akan timbul pada organ lain seperti kulit kepala dan leher, mata, kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal kemih, reproduksi, saraf, tulang, sendi, endokrin serta ekskresi obat-obat oleh ginjal. (Mansjoer, 2001)

BAB III

PEMBAHASAN

Gejala & tanda pasien (pria,60 th) : badan lemas, berkunang-kunang, mual. BAK sering mengejan, tidak puas setelah BAK, BAK 4-5 gelas sehari, nyeri pinggang kiri, DM tak terkontrol, hipertensi tidak ada. Hasil pemeriksaan fisik menyatakan tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 110 x/menit, pernapasan 24 kali/ menit, suhu 36,7o C. Hasil pemeriksaan laboratorium lekosit & trombosit normal, Hb menurun, ureum, kalium & kreatinin meningkat serta tubuh dalam keadaan asidosis metabolik.

Dari data-data yang diberikan pada skenario didapatkan bahwa terjadi penurunan fungsi ginjal. Dalam hal ini penyakit ginjal yang diderita pasien termasuk penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit dahulunya yaitu DM.

Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih ada sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi yang diikuti oleh tekanan kapiler darah dan dan aliran darah glomerulus yang meningkat. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, yang selanjutnya akan diikuti oleh maladaptasi nefron yang tersisa.

Adanya peningkatan aksis RAAS ikut memberikan pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Beberapa hal yang dianggap berpean terhadap terjadinya penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, serta dislipidemia.

Pada pasien dengan gula darah berlebih juga akan mengakibatkan penyakit ginjal kronik. Kelebihan gula darah memasuki sel glomerulus melalui fasilitas glucose transporte (GLUT), terutama GLUT I yang mengakibatkan aktivasi beberapa mekanisme seperti poloy pathway, hexoamine pathway, Protein Kinase C pathway, dan penumpukan zat yang disebut advanced glycation end-products (AGEs). Beberapa zat biologis aktif ternyata dapat dijumpai dalam berbagai percobaan, yang dapat berperan penting dalam pertumbuhan sel, diferensiasi seldan sintesis bahan matriks ekstraseluler. Diantara zat tersebut adalah mitogen activated protein kinase (MAPKs), PKC-beta isoform, dan ekstraseluler regulated protein kinase (ERK). Ditemukannya zat yang dapat menghambat aktifitas tersebut telah terbukti mengurangi akibat yang timbul. Kemungkinan perubahan tersebut diakibatkan penurunan ekspresi transforming growth factor-beta (TGF-beta) dan penurunan ekstracelluler matriks (ECM).

Sedangkan hipertensi yang terjadi pada penderita belum bisa ditentukan apakah hipertensi tersebut yang menyebabkan gangguan ginjal atau sebaliknya sebab kedua hal tersebut dapat saling mempengaruhi. Seperti yang telah diketahui di atas bahwa terdapat RAAS yang berperan penting pada hemodinamik dan homeostasis sistem vaskuler. Jika terjadi kerusakan ginjal maka sistem ini akan teraktivasi terus menerus yang mengakibatkan hipertensi.

Ketika terjadi iskemik karena kerusakan regional, renin akan disekresi. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I. Selanjutnya dengan bantuan dari Angiotensin Converting Enzym, angiotensin I akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang mempunyai efek meningkatkan tekanan darah sehingga dapat terjadi hipertensi.

Selain itu, hipertensi juga dapat disebabkan akibat diabetes mellitus yang diderita. Pada keadaan hiperglikemi akan menyebabkan keadaan mikroangiopati akibat defisiensi insulin dan akhirnya menjadi lemah dan hormon-hormon abnormal disekresikan sehingga menimbulkan reaksi berupa ploriferasi otot polos pada pembuluh darah dan aktivitas intervensi trombosit sehingga timbul agregasi trombosit dan menimbulkan aterosklerosis yang kemudian berakhir pada keadaan hipertensi.

Selain RAAS, terdapat sistem kalikrein - kinin yang juga dapat meningkatkan tekanan darah. Kalikrein akan mengubah bradikininogen menjadi bradikinin. Oleh ACE bradikinin akan diubah menjadi suatu fragmen inaktif yang pada akhirnya dapat meningkatkan tekanan darah.

Ketika terjadi penurunan fungsi ginjal, maka akan terjadi kegagalan ginjal dalam mensekresi beban asam harian sehingga terjadi penumpukan asam yang mengakibatkan asidemia dan prosesnya disebut asidosis. Terdapat beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya asidosis metabolik pada penyakit ginjal kronik. Salah satunanya adalah gangguan pada reabsorbsi HCO3- di tubulus proksimal. Pada konsentrasi plasma normal, biasanya sekitar 85% dari HCO3- yang tersaring akan di reabsorbsi kembali oleh tubulus proksimal. Jika terjadi kelainan maka HCO3- akan langsung dialirkan ke tubulus distal tetapi karena tubulus distal memiliki kapasitas reabsorbsi yang terbatas maka terjadi dieresis HCO3-. Pengeluaran HCO3- dalam jumlah besar melalui urine menyebabkan asidosis metabolik.

Selain itu, dari pemeriksaan lab, juga didapatkan kreatinin dan ureum yang meningkat. Hal ini merupakan tanda telah terjadi kerusakan fungsi ginjal. Untuk metabolismenya, sudah dijabarkan di atas. Apabila fungsi ginjal terganggu, sewaktu urea yang dikeluarkan kurang dari jumlah normal, maka konsentrasi urea dalam plasma meningkat, menyebabkan uremia, dan H+ dan K+ gagal untuk sekresi. Yang menyebabkan natrium semakin banyak yang difiltrasi di tubulus proksimal, maka terjadi hiponatremia disertai hiperkalemia. Peningkatan H+ menyebabkan asidosis. Akibat terlalu banyak asam pada enzim, maka terjadi perubahan gangguan aktivitas enzim.

Uremia juga akan menyebabkan gangguan pada sistem tubuh yang lain akibat adanya efek toxic ureum ke sel-sel otak sehingga akan merangsang pusat rangsang mual di otak dan menimbulkan rasa mual pada pasien.

Gagal ginjal kronis sudah tentu akan mengganggu kinerja ginjal yang notabene tidak hanya berfungsi dalam filtrasi urin tetapi juga hal lainnya, salah satunya adalah mensekresikan hormone eritropoietin yang berperan untuk pembentukan sel darah merah. Kerusakan ginjal akan menurunkan kinerja ginjal dalam mengsekresikan eritropoietin sehingga pembentukan eritrosit juga akan menurun sehingga akan berakhir pada keadaan anemia. Gejala anemia yang timbul kemudian pada pasien adalah berupa penglihatan yang berkunang-kunang dan Hb turun.

Penatalaksanaan pada pasien ini yang paling utama adalah harus selalu kontrol penyakit DM karena dengan terkontrolnya penyakit DM, akan menekan komplikasi yang bisa terjadi. Dan mengubah pola hidup (diet). Untuk penyakit ginjalnya, penatalaksanaannya ada dua tahap, yaitu penanganan konservatif bila timbul azotemia dan terapi penggantian ginjal (dialisis atau transplantasi ginjal, atau keduanya) jika penanganan konservatif gagal.

BAB IV

PENUTUP

A. SIMPULAN

· Pasien pada skenario kali ini mengalami gagal ginjal kronis yang dapat disebabkan oleh karena diabetes melitus tak terkontrol.

· Gagal ginjal dapat menyebabkan hipertensi, tetapi hipertensi juga dapat menyebabkan gagal ginjal. Karena pada kasus tidak disebutkan pasien memiliki riwayat hipertensi, maka kemungkinan besar hipertensi diakibatkan oleh gagal ginjal namun masih perlu dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan lebih lanjut lainnya.

B. SARAN

· Gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti diabetes mellitus dan hipertensi sebenarnya dapat dicegah ataupun diperlambat prosesnya. Pada penderita diabetes meiitus, dengan pengontrolan gula darah yang baik komplikasi seperti gagal ginjal dapat diperlambat sampai 25 tahun tetapi jika tidak terkontrol komplikasi gagal ginjal akan muncul sangat cepat antara 5-10 tahun.

DAFTAR PUSTAKA

Faiz, Omar dan Moffat, David; alih bahasa Annisa Rahmalia.2004. At a Glance Series ANATOMY. Jakarta: Penerbit Erlangga

Junqueira, Luiz Carlos; alih bahasa, Jan Tambayong; editor edisi bahasa Indonesia, Frans Dany.2007. Histologi Dasar: teks dan atlas. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif, et al..2001.Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius FKUI

Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine McCarty; alih bahasa, Brahm U. Pendit, et al; editor bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, et al.2005. Jakarta: EGC

Sherwood, Lauralee; alih bahasa, Brahm U. Pendit; editor edisi bahasa Indonesia, Beatricia I. Santoso.2001. Fisiologi manusia: dari sel ke sistem.Jakarta: EGC