19.6.09

Amenorrhea

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Amenorea adalah tidak terjadi menstruasi, dan bila selama 3 siklus tidak menstruasi pada orang yang pernah mengalami menstruasi maka disebut amenore sekunder, amenore sekunder yang paling sering terjadi pada perempuan pascamenapause atau pada perempuan hamil dan hal ini bersifat fisiologis. Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui tentang penyakit-penyakit apa saja yang dapat menimbulkan gejala amenore ini sehingga seorang dokter tidak salah mendiagnosa.Amenorea dapat menjadi suatu tanda penyakit tertentu dan bila dibiarkan akan berlanjut menjadi infertilitas. Maka, pada tinjauan pustaka akandipaparkan mengenai fisiologi menstruasi, amenorea, PCOS, gangguan poros hipotelamus-hipofisis dan gangguan hipofisis yang dapat menyebabkan amenorea. Selain itu pada pembahas kemudian akan dijelaskan mengeneai patofisiologi setiap gejala berdasarkan scenario yang diberikan.

B. SKENARIO

Seorang wanita 19 tahun belum menikah. Badannya mengalami obesitas. Setahun ini menstruasinya tidak teratur, rata-rata dua bulan sekali baru mendapat menstruasi, namun dia tidak merasa terganggu dengan keadaan tersebut. Saat ini dia datang ke Puskesmas dengan keluhan sudah 4 bulan ini menstruasinya tidak datang. Di Puskesmas dilakukan pemeriksaan PP tes hasilnya negative. Kemudian dokter puskesmas menyarankan penderita ke RSUD Dr. Moewardi untuk menjalani beberapa pemeriksaan lebih lanjut.

C. RUMUSAN MASALAH

  1. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi siklus menstruasi?
  2. Apakah yang dimaksud dengan amenorea?
  3. Mengapa amneorea dapat terjadi?
  4. Apa hubungan antara amenorea dengan berat badan?
  5. Apa sajakah diagnosis banding untuk pasien dalam skenario?
  6. Bagaimanakah hubungan obesitas dengan gangguan haid berupa amenorea? Mengapa bisa terjadi?

D. TUJUAN PEMBELAJARAN dan MANFAAT

1. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi, histologi dan fisiologi alat-alat sistem reproduksi perempuan.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan abortus spontan ditinjau dari segi etiologi, faktor risiko, patogenesis, patofisiologi, patologi, dan komplikasi yang dapat ditimbulkan.

3. Mahasiswa mampu menjelaskan simptom dan gejala abortus spontan.

4. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakkan diagnosis yang dibutuhkan untuk menegakkan abortus spontan serta interpretasinya.

5. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan yang perlu diberikan kepada pasien abortus spontan serta prognosisnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI MENSTRUASI

Fungsi-fungsi sistem reproduksi perempuan berlangsung melalui interaksi hormonal yang kompleks, dan bertujuan untuk menghasilkan ovum yang matang menurut siklus dan mempersiapkan serta memelihara lingkungan bagi konsepsi dan gestasi. Perubahan hormonal siklik mengawali dan mengatur fungsi ovarium dan perubahan endometrium. Pusat pengendalian hormon dari sistem reproduksi adalah hipotalamus. Dua hormon hipotalamus gonadotropic-releasing hormone (GnRH), yaitu follicle-stimuting hormone-releasing hormone (FSHRH) dan luteinizing hormone-releasing hormone (LHRH). Kedua hormon FSHRH dan LHRH, masing-masing merangsang hipofisis anterior untuk menyekresi follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Rangkaian peristiwa akan diawali oleh sekresi FSH dan LH yang menyebabkan produksi estrogen dan progesteron dari ovarium dengan akibat perubahan fisiologik pada uterus. Estrogen dan progesteron, pada gilirannya juga memengaruhi produksi GnRH spesifik, sebagai mekanisme umpan balik yang mengatur kadar hormon gonadotropik (Hillegas, 2005).

Umumnya, jarak siklus menstruasi normal berkisar dari 15 sampai 45 hari, dengan rata-rata 28 hari. lamanya berbeda-beda antara 2-8 hari, dengan rata-rata 4-6 hari. darah menstruasi tidak membeku. Jumlah kehilangan darah tiap siklus berkisar dari 60-80 ml. Terdapat dua siklus yang saling tumpang tindih, yaitu siklus ovarium dan siklus endometrium. Siklus ovarium terdiri dari fase folikuler, yaitu fase saat folikel tumbuh dan mensekresi estrogen dalam jumlah yang semakin lama semakin meningkat; ovulasi; dan fase luteal, yaitu fase saat korpus luteum mensekresi estrogen dan progesteron. Lama fase folikuler bervariasi; fase luteal umumnya berlangsung 13 sampai 15 hari. Siklus menstruasi terdiri atas fase aliran menstruasi, fase proliferasi, dan fase sekresi. Menstruasi, peluruhan endometrium, terjadi selama fase aliran menstruasi. Hari pertama fase aliran menandai hari 1 siklus menstruasi. Selama fase proliferasi, estrogen dari folikel yang sedang tumbuh merangsang endometrium untuk menebal dan mempunyai pembuluh darah yang semakin banyak. Selama fase sekresi, endometrium terus menebal, arterinya membesar, dan kelenjar endometrium tumbuh. Perubahan endometrium ini memerlukan estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh korpus luteum setelah ovulasi. Dengan demikian, fase sekresi siklus menstruasi sejajar (bersamaan) dengan fase luteal siklus ovarium. Disintegrasi korpus luteum pada akhir fase luteal mengurangi jumlah estrogen dan progesteron yang tersedia bagi endometrium, sehingga endometrium meluruh. Apabila terjadi kehamilan, beberapa mekanisme tambahan mempertahankan kadar estrogen dan progesteron yang tinggi, sehingga endometrium tidak luruh (Hillegas, 2005; Campbell, et al., 2004).

AMENOREA

Amenorea ialah keadaan tidak adanya haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea primer dan amenorea sekunder. Seorang wanita dikatakan amenorea primer apabila wanita berumur 18 tahun ke atas tidak pernah mengalami haid, sedangkan pada amenorea sekunder penderita pernah mendapat haid tetapi kemudian tidak lagi. Amenorea primer umumnya mempunyai sebab-sebab yang lebih berat dan lebih sulit untuk diketahui sperti kelainan congenital dan kelainan genetik. Di sisi lain, amenorea sekunder lebih menunjuk pada sebab-sebab yang timbul kemudian dalam kehidupan wanita seperti gangguan gizi, gangguan metabolism, tumor, penyakit infeksi dan penyebab lainnya. (Wiknjosastro, 2005)

Penyebab amenorea dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium, uterus dan vagina. Kasus-kasus yang harus dikirim ke dokter ahli adalah adanya tanda-tanda maskulinisasi, adanya galaktorea, cacat bawaan, uji esterogen dan progesterone yang negatif, adanya penyakit lain (sperti tuberkulosis, penyakit hati, diabetes mellitus, kanker), infertilitas atau stress berat. Anamnesis yang perlu dicari adalah usia menars, pertumbuhan badan, adanya stress berat, penyakit berat, penggunaan obat penenang, peningkatan berat atau penurunan berat badan yang mencolok. Pemeriksaan ginekologik yang dilakukan adalah pemeriksaan genitalia interna/ eksterna. Pemeriksaan penunjang berupa uji kehamilan dan uji progesterone. (Mansjoer, 2005)

PCOS (Polycystic Ovary Syndrome)

PCOS adalah suatu sindrom dimana terjadi pembesaran ovarium (1,5 sampai 3 kali lebih besar dari ovarium normal) dan terdapatnya kantong-kantong berisi cairan atau kista. PCOS dapat berpengaruh pada sikulus terhadapa siklus menstruasi, fertilitas, hormone, produksi insulin, jantung, pembuluh darah dan gambarannya. PCOS merupakan bentuk dari hiperandrogenisme yang terjadi karena ketidak seimbangan hormonal ovarium dimana terjadi produksi yang berlebihan dari androgen sehingga dapat menebabkan hirsuitisme dan dapat disertai dengan ovulasi yang tidak teratur atau anovulasi dan infertilitas. (Lange,1997; Heffner, 2006)

Etiologi dari PCOS sampai sekarang tidak diketahui dengan pasti tetapi dipercaya kuat ada kaitannya dengan resistensi insulin, suatu kondisi yang mana sel-sel tubuh menjadi kurang sensitive terhadap hormone insulin sehingga kerja insulin yang bertanggungjawab dalam menatur control kadar gula darah dalam tubuh manusia menjadi abnormal. (Lange,1997; Heffner, 2006)

Manifestasi klinis yang dapat dijumpai pada penderita PCOS adalah berupa hirsutisme, obesitas, acne, oligo atau amenore, perdarahan uterus, disfungsi dan infertilitas. Masalah terbanyak yang ditemukan adalah infertilitas. Untuk criteria laboratories yang perlu diperhatikan adalah hasil pemeriksaan kadar hormone reproduksi dan insulin. Selain itu hasil pemeriksaan laparoskopi akan memberikan inspeksi langsung ovarium dimana akan ditemukan keadaan pembesaran dan polikistik namun terkadang hal ini dapat terlihat normal pada gambaran laparoskopi. Diagnosis PCOS dibuat ketika terdapat 2 dari 3 kriteria Oligo atau anovulasi, hiperandrogenisme (acne, pertumbuhan rambut berlebihan, acne, peningkatan LH dan indeks androgen) serta morfologi ovarium polikistik pada pemeriksaan USG dimana gambaran ini pada satuovarium saja sudah cukup untuk menegakkan diagnosis. (Lange,1997; Heffner, 2006)

GANGGUAN POROS HIPOTALAMUS-HIPOFISIS

Gangguan poros hipotalamus-hipofisis yang akan dipaparkan pada tijauan pustaka kali ini adalah sindrom amenorea galaktorea serta amenorea hipotalamik. Pada sindrom amenorea galaktorea ditemukan amenorea dan dari kelenjar mammae dapat dikeluarkan air seperti air susu. Penyebabnya adalah gangguan produksi Releasing Factor dengan akibat menurunnya kadar FSH dan LH dan gangguan produksi factor penghambat prolaktin dengan akibat peningkatan pengeluaran prolaktin. Biasanya penderita juga agak gemuk dan dapat ditemukan sesudah kehamilan. (Wiknjosastro, 2005)

Pada amenorea hipotalamik fungsi yang terganggu adalah pada fungsi cyclic centre yang bertanggungjawab terhadap peningkatan hormon gonadotropin khususnya LH dan menyebabkan ovulasi. Pada keadaan ini hanya tonic centre yang berfungsi dimana tugasnya adalah mengatur produksi FSH dan LH sehari-hari. Sehingga hormon-hormon gonadotropin dibentuk, tetapi tidak cukup untuk menimbulkan ovulasi karena tidak ada lonjakan LH. Diagnosis dibuat atas dasar keadaan umum yang baik, khususny tidak ada penyakit-penyakit endokrin atau gejala-gejala yang menunjukkan adanya tumor hipofisis. (Wiknjosastro, 2005)

TUMOR HIPOFISIS

Diantara sebab-sebab amenorea tumor hipofisis merupakan sebab yang jarang dijumpai, sebaliknua pada penderita dengan tumor hipofisis adanya amenorea merupakan gejala yang sering terdapat. Gejala-gejala adalah sakit kepala dan gangguan penglihatan visus perifer. Biasanya tumor sudah lama ada sebelum gejala-gejala timbul. Kecurigaan adanya tumor hipofisis timbul apabila seorang wanita dengan amenorea mengeluh tentang sakit kepala dan gangguan penglihatan. Foto rontgen dari sella tursika dan pembatasan visus perifer akan memperkuat diagnosis. (Wiknjosastro, 2005)

BAB III

PEMBAHASAN

Seorang wanita berumur 19 tahun dengan obesitas datang dengan keluhan tidak menstruasi selama 4 bulan sebelumnya setahun terakhir menstruasinya tidak teratur rata-rata 2 bulan sekali. Dari gejala yang didapat pada wanita ini mengalami amenore sekunder, karena tidak terdapatnya tiga siklus menstruasi atau tidak adanya perdarahan menstruasi selama 3 bulan, selanjutnya hal yang pertama harus dilakukan ketika seorang wanita datang dengan keluhan amenore adalah memastikan bahwa wanita tersebut hamil atau tidak dan dalam pemeriksaan telah jelas bahwa pemeriksaan PP negative yang berarti wanita tersebut tidak hamil, setelah itu dokter harus menduga bahwa telah terjadi sutau gangguan yang menyebabkan amenore yaitu bisa gangguan pada ovarium, uterus, ataupun pada hipofisis dan hipotalamus.

Penyebab amenore terbanyak yaitu sekitar 50% kasus adalah akibat PCOs (policystic ovary syndrome) yang terjadi akibat obesitas dan kelainan reseptor pada insulin kedua hal di atas di duga sebagai penyebab kuat terjadinya PCOs seperti yang telah dijelaskan di atas kedua hal tersebut menyebabkan hirsutisme, obesitas dan amenore. Sehingga hal ini juga dapat dijadikan diagnosis pada kasus tersebut, diagnosis lainnya adalah hipertiroidisme karena gangguan pada hormone tiroid dapat menyebabkan penurunan androgen clearance sehingga menyebabkan androgen dalam tubuh meningkat dan menyebabkan gangguan pada menstruasi.

Manifestasi klinis yang dirasakan pasien kemungkianan dapat terjadi akibat penurunan aktifitas dopamine, sehingga sekresi GnRH meningkat, di ikuti peningkatan LH (karena terjadi pada kadar estrogen tinggi). Peningkatan LH dapat juga disebabkan karean gangguan sistem leptin. Leptin adalah suatu protein yang disekresi oleh adipocite, dan berperan pengaturan masukkan makanan, member sinyal lapar pada otak sehingga afsu makan akan meningkat. Selain itu di hipotalamus leptin menekan sintesis dan sekresi neuropeptida Y, yang bekerja menghambat GnRH. Pada orang gemuk terjadi peningkatan leptin (pada orang gemuk terjadi resisten leptin) sehingga terjadi penurunan sekresi neuropeptida Y, yang berakibat peningkatan sekresi GnRH dan di ikuti penigkatan LH.

Disamping itu, kemungkinana adanya hiperinsulin juga dapat mengakibatkan aktivitas androgen meningkat dan ini akan mempengaruhi kerja insulin yang akan berikatan berikatan dengan reseptor IGF-I , bersama dengan LH merangsang sel teka produksi androgen. Selain itu juga akan menekan sintesis SHBG dan IGF-BP I sehinga hormone seks steroid dan IGF meningkat dalam darah.

Peningkatan hormone tiroid atau hipertiroidisme juga mengakibatkan penghambatan pada dopamine yang merupakan penghambat pada hipotalamus sehingga menyebabkan sekresi TRH meningkat dan merangsang sekresi prolaktine sehingga terjadi hiperprolaktenemia. Hiperprolaktenemia juga menyebabkan GnRH terhambat sehingga FSH dan LH tidak terstimulus dan menyebakan ovarium tidak berkembang sehingga menyebabkan amenore. Semua hal tersebut adalah penyebab amenore yang merusak kerja hipotalamus, sedangkan gangguan pada endometrium dapat disebabkan karena syndrome asherman, yaitu rusaknya endometrium akibat mekanis salah satunya akibat efek dari kuretase yang menyebabkan endometrium menjadi rusak dan terbentuk jaringan parut sehingga pertumbuhan endometrium tidak terjadi dan tidak terdapat peluruhan ketika menstruasi.

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan tambahan seperti USG untuk mengetahui apakah terdapat gambaran polycystic pada ovarium , dan juga di lakukan hormonal fungsional tes dengan cara pemberian estrogen dan progesterone bila tidak terjadi perdarahan berarti terjadi kerusakan di bagian endometrium, tetapi bila terjadi perdarahan berarti terdapat gangguan pada tingakat hipofisis , hipotalamus . selain itu juga perlu pengukuran kadar t4 dan t3 untuk mengetahui apakah terdapat gangguan pada hormone tiroid. Bila gangguan yang terjadi akibat gangguan pada siklus hormonal maka kemungkinan prognosis baik menstruasi dapat kembali seperti semula.

Amenorea sendiri tidak selalu memerlukan terapi, namun penderita-penderita yang mengeluh tentang infertilitas dan merasa terganggu dengan tidak datangnya haid merupakan kateogri yang memerlukan terapi. Dalam langkah terapi umum, dapat dilakukan tindakan memeprbaiki keadaan kesehatan termasuk perbaikan gizi, kehidupan yang sehat dan lingkungan yang tenang. Pada pasien dalam scenario ini, dalam upaya perbaikan keadaan kesehatan, makan perlu dilakukan koreksi profil lipid, pengurangan berat badan dengan melihat adanya kondisi obesitas pada pasien. Karena pengurangan berat badan pada obesitas tidak jarang memiliki pengaruh baik terhadap amenorea dan oligomenorea.

Sebagai upaya untuk menimbulkan perdarahan secara siklis, maka pemberian eseterogen bersama dengan progesterone dapat dilakukan, namun perdarahan ini hanya bersifat withdrawal bleeding, dan bukan haid yang didahului ovulasi. Terapi ini ada maknanya pada hipoplasia uteri dan kadang-kadang dapat menimbulkan mekanisme siklus haid lagi pada gangguan yang ringan. Sedangkan untuk pengobatan infertilitas yang kemungkinan dapat terjadi kemudian masih memerlukan cara lainnya yaitu dengan mempengaruhi kerja hormone. Namun sebelum terapi hormone diberikan sebagai upaya terapi infertilitas, pemeriksaan penunjuang khususnya kadar hormone dalam tubuh sangat diperlukan.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Diagnosis kerja untuk pasien ini belum dapat ditegakkan hanya berdasarkan data-data dalam skenario saja, masih diperlukan hasil pemeriksaan penunjang lainnya. Sementara menunggu hasil pemeriksaan penunjang, yang dapat dilakukan adalah dengan memeprbaiki profil lipid, mengorekso berat badan pasien dan memberikan terapi medikamentosa untuk membuat agar menstruasi pasien kembali terjadi. Pengobatan yang dapat diberikan berupa pil KB seperti Diane untuk mengatur haid, metformin dan dapat ditambahkan obat penyubur jika ingin hamil.

B. SARAN

· Sebaiknya pemeriksaan penunjang yang dilakukiagnosian adalah mengukur kadar t4 dan t3.

· Sebaiknya wanita tersebut menurunkan obesitasnya karena obesitas merupakan salah satu penyebab amenore.

· Pemeriksaan penunjang yang lain yang diperlukan untuk meneggakkan diagnosis PCOs adalah dengan USG.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Neil A., Jane B. Reece, Lawrence G. Mitchell. 2004. BIOLOGI JILID III EDISI KELIMA. Alih bahasa : Wasmen Manalu. Editor : Amalia Safitri. Jakarta : Penerbit Erlangga

Heffner,LJ.2006. At a Glance SISTEM REPRODUKSI edisi kedua. Jakarta: Erlangga.

Hillegas, Kathleen B. 2005. Gangguan Sistem Reproduksi Perempuan. Dalam PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit, dkk. Jakarta : EGC

Lange JD.2007. Phatofisiology of diseases. San Fransisco: Appelton & Lange.

Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan. 2005. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN EDISI III JILID I. Editor : Arif Mansjoer, dkk. Jakarta : Media Aesculapius

Raden, A., Eriana Melinawati, Wisnu Prabowo. 2009. BUKU MANUAL PEMERIKSAAN OBSTETRI DAN PIMPINAN PERSALINAN NORMAL EDISI I. Surakarta : Skills Laboratory Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Wiknjosastro, Hanifa. 2005. ILMU KANDUNGAN. Jakarta : YBP-SP